Senin 28 Mar 2022 12:22 WIB

Tekan Impor, KSP: Monitoring Realisasi Anggaran Belanja Barang dan Jasa Harus Lebih Aktif

Presiden mengungkapkan kejengkelaannya soal barang-barang impor.

Rep: Dessy Suciati Saputri / Red: Nidia Zuraya
Aktivitas ekspor impor (ilustrasi).
Foto: bea cukai
Aktivitas ekspor impor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk lebih aktif melakukan monitoring realisasi belanja barang dan jasa di seluruh instansi pemerintah. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono mengatakan, KSP akan melakukan pengawalan agar belanja produk dalam negeri dapat dimaksimalkan.

"Sesuai arahan Bapak Presiden yakni memaksimalkan produk dalam negeri benar-benar dilaksanakan, KSP akan mengawal dan mendorong Kemenkeu dan LKPP dapat secara aktif memonitor realisasi anggaran belanja barang dan jasa di seluruh instansi pemerintah," kata Edy, dikutip dari siaran pers KSP, Senin (28/3/2022).

Baca Juga

Selain itu, ujar Edy, Kantor Staf Presiden juga akan memastikan kementerian, lembaga, dan BUMN untuk memenuhi ketentuan alokasi produk koperasi dan UMKM sebesar minimal 40 persen dari keseluruhan jumlah pengadaan barang dan jasa. Sebab, lanjut dia, per Maret 2022 target alokasi 40 persen tersebut belum tercapai.

"Diharapkan seiring waktu nanti pengawasan dapat diperketat untuk memastikan target tersebut bisa terpenuhi," ujar Edy.

Menurutnya, sebenarnya banyak unit produksi di Indonesia yang masuk dalam kategori UMKM, yang mampu memenuhi kebutuhan atas barang-barang kementerian dan lembaga, atau BUMN. Tinggal bagaimana bisa melakukan matching antara supply dan demand domestik tersebut.

Edy menilai, kementerian dan lembaga, pemda, serta BUMN/BUMD harus cerdas dalam mencari, memilih, dan memilah produk hasil karya anak bangsa."Harus pro-aktif, tidak boleh hanya menunggu," tegasnya.

Di sisi lain, Kementerian Koperasi dan UMKM beserta stakeholdernya harus meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi UMKM. Sehingga dapat memenuhi tuntutan pengguna dan cukup kompetitif. Ia menekankan jangan sampai pengguna harus membeli dengan harga jauh lebih mahal,  kualitas kurang memadai, dan ketersediaan pasokan yang tidak menentu.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan kejengkelaannya karena pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah masih diisi oleh barang-barang impor.

"Jika impor dilakukan untuk barang-barang seperti mesin yang belum bisa kita hasilkan sendiri tentu bisa dimengerti. Nah ini tidak, jadi sangat beralasan sekali kejengkelan bapak Presiden," kata Edy.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement