Sabtu 25 Oct 2025 21:01 WIB

Penempatan SAL Capai 60 Persen, BNI: Dampaknya ke Ekonomi Bisa 1,58 Kali Lipat

Penyaluran SAL ke perbankan mulai berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Penempatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) oleh pemerintah ke bank-bank Himbara telah mencapai lebih dari 60 persen dari total Rp200 triliun. (ilustrasi)
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Penempatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) oleh pemerintah ke bank-bank Himbara telah mencapai lebih dari 60 persen dari total Rp200 triliun. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penempatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) oleh pemerintah ke bank-bank Himbara telah mencapai lebih dari 60 persen dari total Rp200 triliun. Chief Economist PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), Leo Putera Rinaldy, menilai kebijakan ini akan mulai menunjukkan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan penyaluran kredit dan jumlah uang beredar.

“Kalau Rp200 triliun, 60 persen sudah disalurkan berarti kisaran Rp112 sampai Rp114 triliun. Implikasinya pasti money supply growth akan naik,” ujar Leo saat diskusi media bertajuk “BNI Economic Perspective: Navigating Shifts, Building Resilience”, di Jakarta, Jumat (24/10/2025) lalu.

Baca Juga

Ia menyebutkan pertumbuhan jumlah uang beredar (M2) telah mencapai 7,6 persen pada Agustus lalu, yang menjadi salah satu indikator awal dari efek kebijakan fiskal tersebut. Namun, menurutnya, efektivitas kebijakan tidak hanya ditentukan oleh besaran anggaran, tetapi juga oleh kecepatan realisasinya.

“Kebijakan fiskal ke depan itu bukan hanya fokus kepada amount, tapi juga kecepatan akselerasinya. Karena untuk meningkatkan pertumbuhan uang kredit, maka money velocity itu harus naik,” jelasnya.

Leo menyoroti selama ini realisasi belanja negara cenderung menumpuk di semester kedua. Ke depan, ia berharap distribusi belanja akan lebih merata sepanjang tahun agar dampaknya terhadap ekonomi bisa lebih optimal.

BNI sendiri telah menghitung multiplier effect dari penempatan SAL yang disalurkan dalam bentuk kredit. Berdasarkan analisis input-output yang dilakukan, Leo menyebut dampaknya terhadap ekonomi bisa mencapai 1,58 kali lipat.

“Tentu ini dengan distribusi sektor yang ada di BNI. Kami menggunakan analisis input-output untuk melihat backward dan forward linkage terhadap penyaluran kredit,” katanya.

Di sisi lain, Leo juga menyoroti perlunya perbaikan transmisi kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI). Meskipun BI telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 125 basis poin (bps), penurunan suku bunga deposito 1 bulan baru sekitar 29 bps. Hal ini menunjukkan transmisi kebijakan lebih cepat terjadi di pasar uang dan pasar modal dibandingkan sektor perbankan.

“Kalau kita lihat bond yield year-to-date sudah turun 120 bps. Tapi lending rate turunnya sedikit. Jadi transmisi kebijakan moneter memang lebih cepat ke pasar modal,” ungkapnya.

Hal ini tercermin dari pertumbuhan penerbitan obligasi korporasi yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit. Leo mencatat gross bond issuance pada semester pertama tumbuh sekitar 60 persen, sementara lihat net corporate bond issuance di atas 15 persen.

Cost of borrowing di pasar modal sekarang lebih kompetitif dibandingkan sisi perbankan,” tambahnya.

Dengan penyaluran SAL yang terus berjalan dan fokus pemerintah pada percepatan realisasi anggaran, Leo optimistis pertumbuhan kredit akan kembali meningkat. Di saat yang sama, BI diharapkan terus memperbaiki transmisi kebijakan moneternya ke sektor perbankan agar stimulus moneter dan fiskal dapat berjalan beriringan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement