REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan penetapan indeks alfa (α) dalam Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 dilakukan secara bijaksana dan selaras dengan kondisi ekonomi daerah, tingkat produktivitas, serta kapasitas usaha tiap sektor.
“Kebijakan yang adaptif ini diperlukan agar keberlanjutan usaha dan serapan tenaga kerja tetap terjaga,” ujar Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Darwoto dalam Economic and Labour Insight di Jakarta, Selasa (25/11/2025).
Ia menjelaskan alfa merupakan indeks kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena pertumbuhan ekonomi juga ditopang investasi, teknologi, dan total factor productivity (TFP), maka besaran alfa dinilai harus ditetapkan secara proporsional.
Oleh sebab itu, Apindo mengusulkan variabel alfa dalam penetapan UMP 2026 tidak diterapkan seragam di seluruh daerah. Penghitungan idealnya mempertimbangkan rasio upah minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL), terutama ketika rasio tersebut berada di atas atau di bawah rata-rata nasional.
Pendekatan berbasis data tersebut, menurut Darwoto, akan menghasilkan kebijakan upah yang lebih objektif dan adil. Dunia usaha meyakini pemerintah akan mempertimbangkan aspek-aspek itu secara arif agar tercapai keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan usaha.
Darwoto menambahkan, nilai alfa yang proporsional penting bagi stabilitas dan daya saing industri, termasuk sektor padat karya yang sangat sensitif terhadap kenaikan biaya tenaga kerja. Ia menegaskan perlunya indikator ekonomi dan produktivitas sebagai variabel utama dalam menentukan alfa, sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.
“Dengan mengintegrasikan indikator ekonomi ke dalam formula pengupahan, kebijakan yang dihasilkan akan lebih objektif, terukur, dan berkelanjutan dalam jangka panjang,” ujarnya.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menyatakan dunia usaha mendukung penggunaan formula pengupahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan, yang telah diperkuat putusan MK.
Ia menegaskan kebijakan pengupahan memiliki pengaruh langsung terhadap keberlanjutan investasi dan perluasan kesempatan kerja. “Formula UMP 2026 dan nilai alfa yang akan ditetapkan pemerintah harus mampu menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan industri,” kata Shinta.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyampaikan tengah menyusun konsep pengupahan UMP 2026. Nilainya tidak akan satu angka seperti tahun lalu dan tidak diumumkan pada 21 November sesuai amanat PP 36/2021. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan konsep tersebut disusun dengan menindaklanjuti Putusan MK Nomor 168 Tahun 2023, termasuk mempertimbangkan KHL.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan bahwa penetapan UMP tahun depan tetap menggunakan variabel yang sama, namun indeks alfa ditingkatkan. Saat ini alfa berada di kisaran 0,1 hingga 0,3 poin.
“Variabel-variabel dalam rumus sama. Hanya saja, sekali lagi, kata MK, alfanya harus ada adjustment sedikit. Adjustment-nya adalah pemerintah harus mempertimbangkan kebutuhan hidup layak,” ujarnya.