REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani mengatakan, tantangan utama perekonomian Indonesia adalah menjaga kedaulatan ekonomi di tengah dinamika global yang makin kompetitif dan cenderung terbelah dalam blok-blok kekuatan besar. Menurutnya, Indonesia harus mampu menavigasi arah kebijakan ekonomi dengan baik dan benar agar tetap netral namun terbuka terhadap seluruh peluang kemitraan antarnegara.
"Tantangan perekonomian kita, bagaimana Indonesia bisa menavigasi dengan baik dan benar sehingga kedaulatan ekonomi kita masih bisa terjaga," ujar Rosan dalam acara Kompas100 CEO Forum Powered by PLN di ICE BSD, Tangerang, Banten, Rabu (26/11/2025).
Rosan menegaskan, keterbukaan Indonesia dalam memperluas kerja sama ekonomi tidak berarti melebur ke kekuatan tertentu, sebab pertumbuhan yang tinggi dan berkualitas justru bergantung pada kepercayaan dan kemampuan bermitra secara luas tanpa keberpihakan. Ia menilai, strategi itu semakin relevan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong kebijakan luar negeri ekonomi yang pragmatis namun tetap berdiri di jalur netral.
"Kita membuka diri bermitra dengan seluruh negara, seluruh bangsa, dengan tetap menjaga netralitas dan tidak menyatu pada kekuatan-kekuatan atau blok tertentu," ucap Rosan.
Dalam konteks perdagangan bebas, ia mengungkap Indonesia telah bergabung dalam sejumlah forum dan menyelesaikan perjanjian dagang bernilai strategis, termasuk keikutsertaan Indonesia di BRICS sejak awal 2025, finalisasi perjanjian IEU CEPA di Brussel, serta kesepakatan bersama Kanada. Selain itu, proses keanggotaan Indonesia pada OECD juga sudah memasuki tahap intensif.
"Kita semakin membuka diri, karena kita tahu bahwa untuk mempunyai pertumbuhan yang tinggi, yang baik, yang berkualitas, kita tidak bisa melakukan sendiri," lanjutnya.
Rosan menjelaskan, investasi menjadi faktor penentu kedua terbesar dalam struktur pertumbuhan ekonomi nasional, sekitar 28 hingga 29 persen, tepat di bawah konsumsi domestik yang berada pada porsi 53 hingga 54 persen. Sebab itu, akselerasi investasi akan memegang peranan sangat besar dalam mengejar target pertumbuhan delapan persen hingga 2029 sebagaimana dicanangkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
"Investasi akan memainkan peranan yang sangat-sangat penting, bagaimana kita bisa mencapai pertumbuhan delapan persen," ucap Rosan.
Menurut proyeksi pemerintah, kebutuhan realisasi investasi dalam lima tahun ke depan mencapai Rp13.032 triliun atau sekitar 869 miliar dolar AS, yang menuntut rata-rata pertumbuhan investasi 15,7 persen per tahun, jauh di atas capaian kumulatif satu dekade terakhir. Rosan optimistis target tersebut realistis selama lingkungan kebijakan, regulasi, dan perizinan investasi bisa berjalan terukur dan tanpa kejutan.
"Angka ini achievable, is it achievable? Alhamdulillah, kami meyakini itu achievable walau masih ada PR besar yang harus diselesaikan," sambung Rosan.
Dari sisi regulasi, ia menyoroti kemajuan integrasi sistem perizinan nasional ke dalam OSS (Online Single Submission), yang kini sudah melibatkan 18 kementerian sekaligus, sehingga beban sistem menjadi lebih berat dan membutuhkan penyempurnaan agar tetap stabil, cepat, dan reliable bagi pelaku investasi. Menurutnya, investor paling tidak menyukai kejutan sehingga kepastian waktu proses perizinan menjadi prasyarat utama untuk menciptakan kenyamanan dan kepercayaan.
"Pada saat orang berinvestasi, mereka tidak suka surprises. Semua maunya terukur dan terstruktur," tegas Rosan.
Rosan juga memaparkan implementasi kebijakan fiktif positif, yaitu skema percepatan penerbitan izin jika kementerian atau lembaga terkait tidak memberikan respons sesuai batas waktu yang disepakati. Ia menyebut, dalam dua bulan terakhir telah menerbitkan 151 perizinan investasi lewat mekanisme ini dengan landasan PP 28/2024 yang memberi otoritas penuh bagi kementeriannya saat itu.
"Kementerian Investasi sudah ada perjanjian dengan Kementerian A. Perjanjiannya 10 hari. Kalau 10 hari mereka tidak kembali ke kami, otomatis izinnya saya keluarkan, karena saya sudah punya PP-nya, PP nomor 28 untuk saya melakukan ini," lanjut dia.
Selain akselerasi perizinan, ucap Rosan, pihaknya turut menyiapkan peran aktif di sektor jangka panjang, khususnya investasi di bidang energi baru terbarukan, menyusul rencana pemerintah untuk meningkatkan bauran pembangkit listrik EBT ke 76 persen dari total kapasitas 69,5 gigawatt pada beberapa tahun ke depan. Rosan menyebut, sumber energi seperti surya, hidro, panas bumi, dan geothermal akan menjadi bagian dari strategi pertumbuhan yang berkelanjutan dan berkesinambungan.
"Pemerintah ingin pertumbuhan yang berkesinambungan dan 76 persen energi kita ke depan berasal dari renewable energy, dan Danantara ingin ambil peran aktif di sana," kata Rosan.