Rabu 04 Oct 2023 17:12 WIB

Melihat Peluang Investasi Jelang Pemilu 2024, Pilih Obligasi atau Saham?

Ketidakpastian politik terkait pemilu kerap menimbulkan kekhawatiran.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ahmad Fikri Noor
Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia akan menggelar pesta demokrasi 2024. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, ketidakpastian politik terkait pemilu kerap menimbulkan kekhawatiran sebagian investor di pasar modal.

Padahal, berdasarkan data historis, kinerja pasar saham dan obligasi di tahun pemilu lebih dipengaruhi oleh faktor makroekonomi global dan domestik dibandingkan faktor politik. Lantas, seperti apa strategi investasi yang baik jelang tahun politik?

Baca Juga

Dalam menyusun strategi investasi, Chief Economist and Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan mengatakan investor sebaiknya mengetahui lebih dulu kondisi pasar di luar dan dalam negeri serta kelas aset yang berpotensi memberikan kinerja positif. 

"Setelah itu, investor baru dapat menyusun portofolio berdasarkan komposisi aset di dalam portofolio dengan tujuan keuangan, jangka waktu, dan profil risiko," kata Katarina dalam keterangannya, Rabu (4/10/2023).

Katarina mengatakan pasar Asia masih menawarkan iklim investasi yang lebih ideal bagi para investor. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang membaik, angka inflasi yang mulai melandai, dan suku bunga di kawasan ini juga diperkirakan sudah berada di puncaknya. 

Kondisi domestik tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi di negara belahan dunia barat yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan serta inflasi yang tinggi. Pemulihan ekonomi China yang tidak terlalu positif membawa potensi keuntungan bagi negara-negara lain di kawasan Asia untuk mendapatkan aliran dana investor asing yang mencari peluang di luar Cina.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 21 September 2023 telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen. Keputusan BI telah memperhitungkan potensi kenaikan suku bunga The Fed satu kali lagi hingga akhir tahun 2023. 

Faktor lainnya dari domestik adalah perekonomian Indonesia yang dipandang masih tetap bagus. Hal ini didukung oleh angka inflasi Agustus 2023 yang tetap terjaga di kisaran sasaran 3,0 persen dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah.

Nilai tukar yang stabil ini menjadi salah satu penopang utama sentimen terhadap aset investasi Indonesia, baik untuk portofolio investasi maupun penanaman modal. Dibandingkan mata uang negara lain yang hampir seluruhnya melemah terhadap dolar AS, pelemahan rupiah masih lebih terjaga.

Secara historis, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan pertumbuhan positif pada tiga pemilu terakhir. Pada 2009, 2014, dan 2019, IHSG tercatat tumbuh sebesar 87,0 persen, 22,3 persen, dan 1,7 persen secara berurutan yang menunjukkan IHSG naik atau positif di tahun pesta demokrasi. 

"Selain itu, investasi riil tetap berjalan walau mengalami sedikit penurunan pertumbuhan di tahun-tahun pemilu yang mengindikasikan kecenderungan para pelaku bisnis untuk menunda investasi di tahun politik," terang Katarina.

Pasar obligasi menunjukkan potensi pertumbuhan ke arah positif. Optimisme terhadap pasar obligasi pun terjaga dengan baik, didukung oleh imbal hasil riil yang menarik dan fundamental makroekonomi yang kuat. Selain itu, jeda pada kenaikan suku bunga dan ekspektasi terbatasnya laju penguatan dolar AS dapat mendorong imbal hasil obligasi semakin turun, yang akan berdampak positif terhadap kinerja pasar obligasi.

Di sisi lain, pasar saham juga menawarkan titik masuk dan potensi kenaikan yang menarik. Emiten masih terus memberikan kinerja yang tumbuh sehat. Secara agregat, laba korporasi di semester pertama tahun 2023 mencapai 50 persen-51 persen dari perkiraan konsensus untuk sepanjang tahun 2023. Selain itu, valuasi saham juga masih relatif murah.

Katarina menyimpulkan, baik pasar obligasi maupun pasar saham memiliki potensi pertumbuhan yang positif di tahun pemilu 2024. Hal ini didukung oleh ekspektasi kebijakan suku bunga yang lebih akomodatif di 2024 dan valuasi pasar yang menarik. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement