Jumat 14 Nov 2025 08:43 WIB

Pertumbuhan Ekonomi 5,04 Persen Dinilai Belum Cukup, Ekonom Soroti Masalah Suplai

Keterbatasan industri dan investasi dinilai menghambat lonjakan konsumsi rumah tangga

Psengunjung berbelanja busana muslim saat gelaran Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/10/2025). Gelaran ISEF 2025 kali ini mengangkat tema Sinergi Ekonomi dan Keuangan Syariah Memperkuat Kemandirian Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif yang diharapkan mampu mengembangkan potensi ekonomi syariah sekaligus menjadi pendorong pertumbahan ekonomi di Indonesia dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Psengunjung berbelanja busana muslim saat gelaran Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/10/2025). Gelaran ISEF 2025 kali ini mengangkat tema Sinergi Ekonomi dan Keuangan Syariah Memperkuat Kemandirian Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif yang diharapkan mampu mengembangkan potensi ekonomi syariah sekaligus menjadi pendorong pertumbahan ekonomi di Indonesia dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip menilai strategi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini perlu berfokus untuk memperkuat sisi suplai (supply). Menurut dia, capaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal III 2025 sudah tergolong optimal, namun belum cukup untuk mendorong ekonomi naik ke tingkat yang lebih tinggi.

"Kalau kita mau bicara tentang how to improve the growth, maka kalau saya melihatnya di sini adalah kata kuncinya itu kalau orang biasanya bilang ciptakan demand, kalau saya bilang perbaiki sisi supply sektornya," kata Sunarsip dalam diskusi di Jakarta, Kamis (13/11/2025).

Baca Juga

Ia mengatakan selama hambatan di sisi suplai seperti keterbatasan pembiayaan, kapasitas industri, dan rendahnya minat investasi belum diselesaikan, maka pertumbuhan konsumsi rumah tangga bakal sulit menembus level 5 persen.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam beberapa kuartal terakhir terus melemah, dengan laju 4,89 persen (yoy) pada kuartal III 2025.

Menurut dia, kondisi itu disebabkan belum pulihnya industri pascapandemi COVID-19, terutama di Pulau Jawa yang jadi wilayah pusat kegiatan ekonomi sekaligus penyumbang terbesar tenaga kerja nasional.

"Kalau bottleneck di sisi suplai bisa diselesaikan, tanpa insentif fiskal pun pertumbuhan bisa menembus di atas 5 persen," ujar dia.

Dari sisi ekspor, pertumbuhan sebesar 9,91 persen (yoy) pada kuartal III 2025 memang menjadi salah satu penopang ekonomi. Namun, sebagian besar kinerja ekspor tersebut bersumber dari sektor hilirisasi yang padat modal dan berlokasi di luar pusat konsumsi utama. Akibatnya, efek berganda terhadap peningkatan daya beli masyarakat di wilayah padat penduduk masih terbatas.

Lebih lanjut, Sunarsip memandang perluasan hilirisasi ke sektor pertanian dan industri manufaktur di berbagai wilayah seperti Jawa, Sumatra, dan Kalimantan dapat menjadi momentum untuk memperkuat basis industri domestik sekaligus mendorong ekspor berkelanjutan.

"Kalau industri yang belum pulih bisa kembali hidup, ekspor akan tumbuh lebih tinggi dan pasar domestik ikut menguat. Konsumsi rumah tangga pun otomatis terdorong," ujar dia.

Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi 53,14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), tumbuh 4,89 persen (yoy).

Selain itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tercatat tumbuh 5,04 persen.

Dengan komposisi pertumbuhan tersebut, Sunarsip menilai pemerintah perlu menyeimbangkan strategi antara penguatan permintaan dan perbaikan sisi suplai agar perekonomian tidak hanya tumbuh stabil, tetapi juga berkelanjutan.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement