Rabu 03 Dec 2025 18:24 WIB

Rupiah Melemah ke Level Rp 16.628, Imbas Ekspektasi Penurunan Suku Bunga The Fed Makin Kuat

Nilai tukar rupiah tertekan pada perdagangan Rabu (3/12/2025),

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Karyawan menunjukkan uang dollar dan rupiah di money changer PT Valuta Artha Mas, ITC Kuningan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Nilai tukar rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.865 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (8/4/2025) usai libur Lebaran. Diketahui, penurunan nilai rupiah merupakan dampak dari kebijakan baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menerapkan tarif balasan atau resiprokal terhadap ratusan negara. Trump telah mengumumkan tambahan tarif untuk produk impor asal sejumlah negara, termasuk Indonesia sebesar 32 persen yang mulai berlaku penuh per 9 April 2025. Sejumlah mata uang Asia turut melemah. Yuan China melemah 0,17%, rupee India melemah 0,71%, dolar Hong Kong melemah 0,04% dan ringgit Malaysia melemah 0,16%.
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan menunjukkan uang dollar dan rupiah di money changer PT Valuta Artha Mas, ITC Kuningan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Nilai tukar rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.865 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (8/4/2025) usai libur Lebaran. Diketahui, penurunan nilai rupiah merupakan dampak dari kebijakan baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menerapkan tarif balasan atau resiprokal terhadap ratusan negara. Trump telah mengumumkan tambahan tarif untuk produk impor asal sejumlah negara, termasuk Indonesia sebesar 32 persen yang mulai berlaku penuh per 9 April 2025. Sejumlah mata uang Asia turut melemah. Yuan China melemah 0,17%, rupee India melemah 0,71%, dolar Hong Kong melemah 0,04% dan ringgit Malaysia melemah 0,16%.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nilai tukar rupiah tertekan pada perdagangan Rabu (3/12/2025), seiring dengan menguatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve pada pertemuan FOMC Desember 2025. 

Dikutip dari Bloomberg, rupiah melemah 3 poin atau 0,02 persen menuju level Rp 16.628 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (3/12/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di posisi Rp 16.625 per dolar AS. 

Baca Juga

“(Sentimen eksternal) Pasar kini memperkirakan probabilitas pemangkasan suku bunga sekitar 90 persen pada pertemuan The Fed 9-10 Desember, menurut perangkat Fed Watch CME. Di saat yang sama, sinyal melemah dari data ekonomi AS telah memperkuat spekulasi tentang pemangkasan suku bunga,” kata Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Rabu (3/12/2025). 

Ibrahim menuturkan, saat ini pelaku pasar sedang menunggu rilis Laporan Ketenagakerjaan Nasional ADP sektor swasta untuk bulan November yang dijadwalkan rilis pada Rabu waktu AS. Juga menunggu Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) bulan September yang tertunda dan dijadwalkan pada Jumat. Keduanya diawasi ketat oleh The Fed. 

“Pasar juga berspekulasi tentang pergantian kepemimpinan di The Fed. Laporan menunjukkan bahwa Kevin Hassett, penasihat ekonomi Gedung Putih yang dikenal karena dukungannya terhadap suku bunga yang lebih rendah, adalah kandidat terdepan untuk menggantikan Ketua saat ini, Jerome Powell. Kemungkinan ini telah memperkuat antisipasi akan kebijakan moneter yang lebih lunak di bawah kepemimpinan baru,” terangnya. 

Sentimen eksternal lainnya yakni dinamika tensi geopolitik di Eropa, juga turut memengaruhi nilai tukar rupiah. Rusia dan AS diketahui tidak mencapai kompromi mengenai kemungkinan kesepakatan damai untuk Ukraina, setelah pertemuan lima jam antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan utusan utama Presiden AS Donald Trump, demikian pernyataan pemerintah Rusia pada Rabu. 

Selain itu, lanjutnya, tuduhan Putin pada Selasa bahwa kekuatan-kekuatan Eropa menghalangi upaya AS untuk mengakhiri perang dengan mengajukan proposal yang mereka tahu sama sekali tidak dapat diterima oleh Moskow, telah meningkatkan kekhawatiran. Bahwa pasokan minyak Rusia akan terus dibatasi hanya untuk pembeli seperti China dan India karena perundingan tersebut mungkin tidak menghasilkan kesepakatan.

Sentimen Internal 

Sementara itu, dari dalam negeri, faktor-faktor yang memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah diantaranya adalah masih lambatnya transmisi pemangkasan suku bunga di perbankan, seiring dengan tren pelonggaran kebijakan moneter. 

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menilai Bank Indonesia (BI) masih memiliki ruang untuk melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga kebijakan hingga 50 basis poin. OECD mencatat bahwa siklus penurunan suku bunga yang dimulai pada Agustus 2024 telah membawa BI rate turun dari 6,25 persen menjadi 4,75 persen. 

“Meski demikian, penurunan tersebut belum tersalurkan secara penuh ke suku bunga kredit perbankan maupun imbal hasil obligasi korporasi, yang baru turun marginal dibanding awal periode pelonggaran. Pertumbuhan kredit pun disebut masih jauh di bawah rata-rata historis sebelum pandemi dan sebelum siklus pelonggaran dimulai,” kata Ibrahim.

Ia menyebut, dengan ekspektasi inflasi yang stabil serta proyeksi permintaan domestik yang berada di sekitar tingkat tren, OECD menilai ruang pelonggaran tambahan masih cukup terbuka. Namun, OECD menekankan pentingnya pendekatan data-dependent agar BI mampu menyeimbangkan antara kebutuhan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan kewaspadaan terhadap risiko inflasi.

“Terutama dari depresiasi rupiah sekitar 3 persen terhadap dolar Amerika sejak awal tahun. Pelemahan kurs tersebut sebagian disebabkan oleh penyempitan selisih suku bunga dengan negara maju,” terangnya. 

Dengan berbagai sentimen yang ada, baik sentimen eksternal maupun internal, Ibrahim memproyeksikan rupiah masih melanjutkan tren pelemahan pada perdagangan selanjutnya, Kamis (4/12/2025). 

“(Diprediksi) untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang  Rp 16.620—Rp 16.640 per dolar AS,” ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement