REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nilai tukar rupiah mengalami penguatan 38 poin menuju level Rp 16.624 per dolar AS pada penutupan perdagangan Selasa (2/12/2025). Penguatan rupiah terjadi seiring dengan laju inflasi Indonesia pada November 2025 yang melambat dibandingkan bulan sebelumnya.
“Laju inflasi nasional kembali menunjukkan pelemahan pada November 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) hanya naik 0,17 persen secara bulanan, lebih rendah dibandingkan 0,28 persen pada Oktober. Secara tahunan, inflasi mereda menjadi 2,72 persen, sementara inflasi year to date berada di level 2,27 persen,” kata Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Selasa (2/12/2025).
Inflasi tersebut terutama ditopang oleh komponen inti yang naik 0,17 persen dan berkontribusi 0,11 persen terhadap inflasi nasional. Komoditas emas perhiasan kembali menjadi pendorong terbesar. Harga emas mencatat kenaikan hampir 4 persen dan memberikan andil 0,08 persen.
Dari kelompok harga yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, tarif angkutan udara kembali merangkak dan mencatat inflasi 0,24 persen dengan kontribusi 0,05 persen. Sementara komponen harga bergejolak naik tipis 0,02 persen, terutama akibat kenaikan harga beberapa sayuran seperti bawang merah, wortel, jeruk, sawi hijau, ketimun, dan kacang panjang.
Selain itu, Ibrahim melanjutkan, sentimen internal lainnya yakni Kementerian Keuangan mencatatkan posisi utang pemerintah per akhir kuartal III 2025 senilai Rp 9.408,64 triliun. Komposisi utang pemerintah didominasi oleh hasil penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 8.187,55 triliun atau sekitar 87,02 persen. Sedangkan yang berasal dari pinjaman mencapai Rp 1.221,09 triliun (12,98 persen).
Dari sisi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB), per akhir kuartal III 2025 telah mencapai 40,30 persen. Utang yang berasal dari penerbitan SBN itu pun melonjak sekitar 2,59 persen dibanding kuartal sebelumnya yang sebesar Rp 7.980,87 triliun.