Selasa 18 Nov 2025 14:38 WIB

BI: Libur Akhir Tahun Jadi Momentum Pelaku Kejahatan Siber Beraksi

Fraud meningkat seiring transaksi digital yang kian masif.

Cyber Crime
Cyber Crime

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Farida Peranginangin, meminta masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap maraknya kejahatan siber (cyber crime) jelang liburan akhir tahun, terutama di sektor pembayaran digital.

Ia mengatakan periode liburan kini menjadi salah satu pilihan waktu utama bagi para pelaku kejahatan untuk beraksi, mengingat volume transaksi yang cenderung meningkat sepanjang periode tersebut.

Baca Juga

“Saya bahkan sering bilang sama teman-teman saya di Bank Indonesia, ‘Every time we have holiday, it’s a harvesting time for the fraudster (setiap kali kita libur, itu adalah waktu panen bagi penipu)’,” kata Farida Peranginangin di Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Ia menyatakan fenomena tersebut membuat masyarakat tidak lagi dapat menikmati masa libur mereka dengan tenang karena penipu justru meningkatkan aktivitas pada waktu tersebut. Imbauan itu beralasan, mengingat lanskap keuangan Indonesia telah bertransformasi secara signifikan.

Ia menilai percepatan digitalisasi yang masif, mulai dari QRIS, BI-FAST, mobile banking, hingga pinjaman daring (fintech lending), telah mengubah cara masyarakat bertransaksi.

Namun, Farida mengakui seiring meningkatnya interkoneksi antara pelaku dalam ekosistem pembayaran, risiko paparan terhadap ancaman siber juga semakin besar.

“Serangan siber, kebocoran data, dan aktivitas penipuan ini meningkat, baik di sisi transaksi maupun kompleksitas,” ujarnya.

Ia menuturkan sektor keuangan secara global merupakan target utama serangan siber. Satu insiden saja, lanjut dia, dapat menggerus kepercayaan masyarakat, mengganggu aktivitas ekonomi, bahkan memicu risiko sistemik jika tidak dikelola dengan baik.

Dengan begitu, ia mengatakan keamanan data nasabah dan sistem pembayaran tidak lagi bisa dipandang sebagai pertahanan tambahan, melainkan harus menjadi fondasi utama bagi para pelaku jasa keuangan dalam berinovasi.

Meskipun BI dan regulator lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah mengeluarkan berbagai kerangka kebijakan, Farida mengakui industri jasa keuangan masih menghadapi sejumlah tantangan terkait keamanan siber.

Salah satunya adalah masih adanya fragmentasi standar keamanan antara lembaga keuangan serta keterbatasan talenta keamanan siber.

“Kebutuhan terhadap profesional di bidang keamanan siber tumbuh jauh lebih cepat daripada ketersediaan talenta yang siap pakai,” ungkapnya.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement