REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembahasan mengenai kemungkinan konsolidasi antara Grab dan GoTo kembali mencuat seiring langkah pemerintah menata regulasi transportasi daring. Di berbagai kota, layanan ini masih menjadi pilihan utama mobilitas sekaligus sumber pendapatan bagi banyak pekerja harian.
Wacana tersebut bergulir di tengah proses penyempurnaan aturan terkait keselamatan dan perlindungan bagi pengemudi aktif. Pemerintah masih menyiapkan skema yang menjaga keseimbangan antara konsumen, mitra pengemudi, dan perusahaan.
Dari sisi perusahaan, GoTo memberikan sejumlah penjelasan untuk meredam spekulasi pasar. Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, manajemen menyatakan rapat pemegang saham pada 17 Desember tidak terkait aksi korporasi apa pun.
Melansir Financial Times, GoTo menegaskan belum ada keputusan mengenai merger dengan Grab dan perusahaan tetap memprioritaskan kepentingan mitra pengemudi serta pelaku UMKM dalam setiap langkah strategisnya.
Kinerja GoTo sendiri menunjukkan perbaikan sejak tahun lalu. Efisiensi operasional dan kenaikan pendapatan menempatkan perusahaan dalam posisi lebih stabil untuk menavigasi perubahan di industri.
Di Singapura, isu konsolidasi turut diamati. The Straits Times melaporkan otoritas setempat belum menerima pemberitahuan resmi dari kedua perusahaan, meski perkembangan regional tetap menjadi perhatian regulator.
Di Indonesia, pandangan mengenai dampak merger masih beragam. Sejumlah pihak menyoroti kemungkinan perubahan harga dan persaingan usaha jika dua pemain besar digabungkan.
Pengamat ekonomi digital Celios, Nailul Huda, menilai mekanisme tarif saat ini masih memberikan batas yang jelas. “Selama tarif batas atas dan bawah diterapkan, perusahaan tidak bisa menekan pendapatan mitra terlalu jauh,” ujarnya, Selasa (18/11/2025).
Sebagian pengamat juga menilai kehadiran platform seperti Gojek yang dimiliki GoTo ikut berperan sebagai penyangga ekonomi bagi mereka yang baru kehilangan pekerjaan maupun pekerjaan sampingan, terutama karena fleksibilitas model kerjanya.
Situasi serupa, menurut laporan The Straits Times, juga terlihat di Singapura ketika sebagian warga beralih sementara menjadi pengemudi transportasi daring sambil mencari pekerjaan tetap.
Sejauh ini, pemerintah menegaskan fokus pada perlindungan mitra dan konsumen, sembari menyiapkan opsi kebijakan jika konsolidasi diperlukan untuk memperkuat ekosistem industri.