REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) rumahan di Jakarta menanggung biaya tambahan saat rumah tak lagi cukup untuk menyimpan stok dan perlengkapan usaha. Barang dagangan yang menumpuk di ruang sempit atau lembap lebih mudah rusak, sehingga banyak pelaku menahan penambahan persediaan dan memperlambat putaran usaha.
Tekanan itu muncul di tengah kepadatan perkotaan yang terus meninggi. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut Jakarta sebagai kawasan metropolitan terpadat di dunia, dengan pergerakan penduduk harian mencapai 42 juta jiwa. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menegaskan angka tersebut mencerminkan mobilitas kawasan megapolitan Jabodetabek, bukan jumlah penduduk yang menetap di ibu kota. Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) mencatat penduduk Jakarta sekitar 11 juta jiwa.
Mobilitas harian berskala besar itu membuat ruang kota terasa semakin sesak. Dampaknya merembet ke hunian warga: ukuran rumah cenderung mengecil, sementara barang bertambah dan ruang penyimpanan makin sulit dikelola. Kondisi ini paling terasa pada rumah berukuran di bawah 100 meter persegi yang cepat penuh oleh barang musiman, furnitur lama, peralatan hobi, hingga dokumen penting.
Bagi UMKM berbasis rumah, keterbatasan ruang tidak berhenti pada persoalan kerapian. Dokumen usaha, persediaan, dan peralatan produksi berisiko rusak ketika disimpan di sudut-sudut rumah yang tidak memadai. Risiko tersebut berarti potensi kerugian langsung, sekaligus membuat pelaku usaha ragu menaikkan volume persediaan karena biaya dan risiko ikut membesar.
Survei gaya hidup perkotaan 2024 juga menggambarkan tekanan serupa di tingkat rumah tangga. Sebanyak tujuh dari 10 warga kota merasa rumah mereka dipenuhi barang tak terpakai, namun tidak memiliki pilihan ruang simpan tambahan yang aman dan mudah dijangkau. Situasi ini mempersempit ruang produktif keluarga, terutama bagi rumah tangga yang sekaligus menjalankan usaha kecil.
Kebutuhan ruang simpan tambahan kemudian berubah menjadi pos pengeluaran baru. Chief Marketing and Business Development Officer digudang, Irwanto Maruhum, menyebut kebutuhan ruang simpan yang lentur lahir dari tekanan ruang hidup warga kota dan kebutuhan operasional usaha rumahan.
“Dengan pengalaman puluhan tahun menyediakan gudang untuk industri, saat ini digudang hadir untuk memenuhi kebutuhan individual yang lebih personal dan profesional," ujarnya, Senin (8/12/2025).
Dia mengatakan, digudang menawarkan pengalaman penyimpanan yang praktis dan mudah diakses. Pemesanan dapat dilakukan secara daring dengan pembayaran terintegrasi. Pelanggan bisa menyewa secara fleksibel sesuai kebutuhan, baik untuk keperluan pribadi maupun usaha seperti UMKM. Lokasinya berada di pusat Jakarta, dekat akses tol dan Bandara Halim, serta dilengkapi pengamanan 24 jam melalui petugas keamanan dan CCTV.
"digudang percaya akan memberikan pengalaman penyimpanan barang yang menyenangkan untuk setiap calon customer," ungkapnya.
Ke depan, kepadatan kota tanpa pertambahan ruang hunian yang sebanding diperkirakan terus mendorong ongkos penyimpanan bagi warga dan UMKM. Tanpa ruang simpan yang layak, usaha rumahan akan tetap berada pada posisi menahan persediaan, menahan produksi, dan pada akhirnya menahan peluang pendapatan di tengah biaya hidup kota yang terus meningkat.