Jumat 09 Oct 2015 06:00 WIB

Industri Rokok Klaim PHK Akibat Penurunan Penjualan

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja memproduksi rokok kretek.
Foto: Antara/Arief Priyono
Pekerja memproduksi rokok kretek.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri rokok adalah dampak dari penurunan penjualan dan tidak terserapnya produk rokok di pasaran. Apabila produk tidak terserap pasar, maka pengusaha akan terpaksa menyesuaikannya.

“Misalnya dengan jalan mengurangi pembelian bahan baku dan melakukan pengurangan kapasitas produksi, yang salah satunya bisa berupa PHK,” ujar Ketua Komite Tetap Industri Tembakau dan Cengkeh, Yos Adiguna Ginting kepada Republika.co.id, Kamis (8/10).

 

Banyak hal yang menjadi penyebab turunnya penjualan di pasar. Mulai dari perubahan preferensi konsumen, berkurangnya daya beli masyarakat karena harga yang terlalu mahal, maraknya rokok illegal dengan harga murah karena tidak membayar cukai, hingga tekanan terhadap produk rokok lewat beragam regulasi yang ada saat ini.

“Apabila regulasi dan kebijakan yang ditetapkan kedepannya terus menekan industri rokok, maka tidak dapat dihindari bahwa PHK sebagai dampak dari penurunan penjualan rokok akan terus terjadi,” kata Yos.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) Yorri Raweyai mengatakan bahwa PHK paling banyak terjadi di sektor industri rokok dan tembakau. Data KSPI per akhir September 2015 mencatat PHK menembus angka 62.321 dimana Jawa Timur menjadi menjadi paling banyak terjadi PHK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement