REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- PT Bank Central Asia Tbk (BCA) memproyeksikan kurs rupiah pada 2026 berada di kisaran Rp16.800 per dolar AS. BCA menilai rupiah berisiko tertekan bila surplus neraca dagang melemah di tengah ketidakpastian global.
“Dan kami sendiri di report-report biasa kami taruh di Rp16.800-an untuk tahun depan,” ujar Kepala Biro Banking Research & Analytics BCA, Victor George Petrus Matindas, saat Indonesia Economic Outlook 2025 di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (24/11/2025).
Victor menjelaskan, arah suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve menjadi salah satu faktor terkuat yang memengaruhi rupiah tahun depan. Penurunan suku bunga acuan AS tiga kali sesuai ekspektasi pasar dinilai memberi peluang rupiah menguat terhadap indeks dolar.
“Jadi seandainya arah suku bunga Fed untuk tahun depan itu masih on track tiga kali atau bahkan bisa lebih saat Trump mengganti gubernur Fed, itu bisa jadi rupiahnya menguat terhadap dollar index,” terang Victor.
Meski begitu, ia mengingatkan kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump bisa menjadi sumber tekanan baru bagi rupiah. Efek tarif yang signifikan dikhawatirkan menekan surplus perdagangan Indonesia sehingga arus devisa berkurang.
“Sisi dari negatifnya, yang bisa membuat rupiah tertekan lebih dalam, adalah kalau seandainya misalnya efek dari Trump tariff ini cukup signifikan ke neraca dagang kita,” ujarnya.
Ia menambahkan, perbaikan konsumsi domestik berpotensi mendorong impor naik sehingga ikut menekan kurs, terutama saat harga komoditas global melemah. Kondisi itu membuat penguatan ekonomi tidak otomatis memperkuat rupiah bila neraca dagang ikut tergerus.
“Nah artinya di sini pertumbuhan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang baik, tapi kadang-kadang disertai juga dengan impor yang meningkat. Sehingga kalau seandainya harga komoditas relatif weak, itu bisa membuat rupiah sedikit melemah,” tambah Victor.
Victor menegaskan, pemerintah perlu fokus menjaga stabilitas rupiah agar depresiasi tetap terkendali, bukan semata mengejar penguatan. Menurut dia, pelemahan yang terukur masih bisa memberi keuntungan bagi ekspor selama tidak terlalu dalam.
“Yang terpenting itu memang bukan sekadar arahnya naik atau turun, tapi yang penting bisa manageable, jadi managed depreciation gitu ya,” kata Victor.
“Tapi kami yakin Bank Indonesia pasti akan menjaga nilai rupiah kita di level yang sehat, level fundamental yang cukup kuat,” sambungnya.