Rabu 25 Aug 2010 02:42 WIB

Mendesak, Sistem Peringatan Dini LPS

Rep: Zaky Al Hamzah/ Red: Budi Raharjo
Bank Indonesia, ilustrasi
Foto: Tahta/Republika
Bank Indonesia, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dalam pidato kenegaraan, Presiden SBY mengatakan perekonomian di Indonesia secara keseluruhan menunjukkan perbaikan positif. Indikatornya, neraca pembayaran, nilai tukar, tingkat inflasi, dan kinerja pasar modal stabil. ‘’Cadangan devisa kita mencapai lebih dari 78 miliar dolar AS atau setara enam bulan impor,’’ ujar Presiden, Senin (16/8).

Bank Indonesia (BI) juga memprediksi perekonomian membaik pada 2010. Namun, bank sentral tetap mewaspadai kalau tingkat pengawasan terhadap industri keuangan dan perbankan tidak semakin kendor. Selepas pertemuan G20 saja, BI mencanangkan akan semakin menggiatkan pengawasan dini terhadap perbankan.

Bersama Kementerian Keuangan Kemenkeu) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), BI membahas protokol penanganan krisis. Ketiga lembaga itu juga membahas mekanisme penggunaan uang negara dalam penanganan krisis yang terjadi di bank nasional. Di sisi lain, DPR sedang mengkaji pembentukan otoritas jasa keuangan (OJK) untuk memperkuat pengawasan perbankan. Meski, lembaga ini masih diperdebatankan.

Muara dari semua di atas, semua pihak sepakat agar ketika terjadi krisis keuangan, tak ada lagi kepanikan di masyarakat akibat likuidasi sebuah bank. Lemahnya pengawasan terhadap bank juga jadi sorotan ketika meledak kasus Bank Century. BI maupun LPS dinilai kurang peka terhadap tanda-tanda memburuknya system keuangan di bank tersebut, hingga dana negara Rp 6,7 triliun dikucurkan.

Kini, bukan hanya BI yang sedang mereformasi diri. LPS pun dituntut memperbaiki diri. Menurut Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, mencermati pengalaman penanganan krisis pada 2008, hal penting yang jadi fokus BI adalah mekanisme pelaporan informasi laporan keuangan bank yang lebih cepat.

Selain kejelasan mekanisme, bila perlu harus jelas pihak yang bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan di bidang operasional maupun kebijakan serta penggunaan uang negara. Intinya, ada pertukaran informasi yang lebih cepat antara BI, LPS dan Kemenkeu.

Indikator sinyal awal krisis diharapkan dapat diketahui dari sistem peringatan dini (early warning system) serta stress test yang dimiliki BI. Toh, ada kelemahan dalam sistem ini. Sebab masih ada keterlambatan dalam pelaporan perbankan ke BI. ''Bukan BI yang lama, tapi sistem pelaporan dari bank ke BI yang perlu waktu,'' ujarnya.

Di titik ini, LPS dituntut memiliki peran serupa agar bisa mendeteksi kondisi perbankan yang menjadi peserta. Pada kasus Bank Century, mantan Deputi Senior BI, Anwar Nasution, sempat menyindir LPS agar tak hanya menjadi juru bayar, karena hanya berpatokan pada laporan BI dan KSSK. Tanpa ikut mendeteksi ‘penyakit’ bank.

Fungsi deteksi dini dari LPS tak lain agar bisa memantau kondisi kesehatan bank sejak dini, sehingga tak gegabah mencarikan dana talangan secara berlebihan. LPS juga perlu mengembangkan pemantauan mengenai risiko akan terjadinya krisis keuangan pada bank peserta.

Di sisi lain, bank juga dituntut bersikap terbuka kalau sudah ikut serta dalam program penjaminan sehingga masyarakat luas menjadi lebih terjamin keamanan atas uangnya yang disimpan di bank. Kemudian diumumkan bank mana saja yang tak menjalankan prinsip transparansi, fairness, akuntabel didasarkan pada prinsip good governance dan good corporate governance, untuk menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat. Imbasnya, bank ini akan ditinggalkan masyarakat.

Kini, usia PT Bank Mutiara Tbk hampir dua tahun. Kinerja bank yang dulu bernama Bank Century setelah diambil alih LPS itu mulai membaik, meski belum sembuh penuh. Kendati kondisi perekonomian stabil, krisis bisa terjadi setiap saat bahkan di kondisi tenang sekalipun, agar tak muncul Bank Century-Bank Century lain hingga mendorong DPR membentuk Pansus dan timbul kegaduhan di publik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement