REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berbalik menguat pada perdagangan Kamis (20/3/2025) hingga meninggalkan level Rp 16.500 per dolar AS. Penguatan terjadi seiring dengan rilis The Fed yang mempertahankan suku bunganya.
Mengutip Bloomberg, rupiah ditutup menguat 46 poin atau 0,28 persen menuju level Rp 16.485 per dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (20/3/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di level Rp 16.531 per dolar AS.
"Pasar agak lega dengan pengumuman Fed tidak ada tindakan drastis dalam menghadapi perang dagang yang sedang terjadi dan gangguan ekonomi global. Ketakutan akan hal ini menempatkan Wall Street pada posisi terendah enam bulan minggu ini. Namun bank sentral memangkas perkiraan pertumbuhan tahunannya dan mengatakan pihaknya memperkirakan inflasi yang lebih tinggi," ujar Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Kamis (20/3/2025).
Kemudian, Ibrahim mengatakan, risiko global meningkat setelah Israel melancarkan operasi darat baru pada Rabu di Gaza usai melanggar gencatan senjata yang telah berlangsung hampir dua bulan. AS melanjutkan serangan udara terhadap target-target Houthi di Yaman sebagai balasan atas serangan kelompok tersebut terhadap kapal-kapal di Laut Merah. Trump juga berjanji akan meminta pertanggungjawaban Iran atas serangan-serangan Houthi di masa mendatang.
Selain itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan pada Rabu bahwa penghentian serangan terhadap fasilitas-fasilitas energi dalam perang dengan Rusia dapat segera dilakukan. Itu menunjukkan bahwa kedua pihak semakin dekat dengan gencatan senjata potensial yang dapat menyebabkan pelonggaran sanksi ekonomi.
Utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff mengatakan, putaran pembicaraan lain antara pejabat Rusia dan AS yang bertujuan untuk menghentikan perang akan berlangsung di Arab Saudi pada Ahad.
"Fokua utama adalah pada lebih banyak langkah fiskal dari Beijing untuk mendukung belanja swasta dan mendorong pertumbuhan ekonomi setelah sinyal menggembirakan dari para pembuat kebijakan selama seminggu terakhir. Di sisi moneter, Bank Rakyat Tiongkok mempertahankan suku bunga acuan pinjaman utamanya tidak berubah, seperti yang diharapkan secara luas, pada Kamis," jelas Ibrahim.
Sentimen Dalam Negeri
Sementara itu, sentimen dari dalam negeri terhadap pergerakan fluktuasi rupiah dipengaruhi oleh rilis kondisi fiskal/APBN 2025. Pemerintah diketahui telah mengumumkan realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) per Februari 2025 mengalami defisit Rp 31,3 triliun atau 0,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Sedangkan APBN 2025 didesain dengan defisit Rp 612,2 triliun, jadi defisit ini masih di dalam target yang didesain dari APBN," ujarnya.
Seperti diketahui, defisit APBN tahun ini ditargetkan 2,53 persen terhadap PDB. Dalam APBN 2025, pemerintah menargetkan belanja negara Rp 3.621,3 triliun dan pendapatan negara Rp 3.005,1 triliun, sehingga defisit anggaran dibatasi Rp 616,3 triliun.
Realisasi pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp 316,9 triliun. Pendapatan perpajakan adalah sebesar Rp 240,3 triliun terdiri dari pajak Rp 187,8 triliun dan kepabean dan cukai Rp 52,6 triliun. Adapun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 76,4 triliun. Sedangkan realisasi belanja negara hingga akhir Februari 2025 Rp 348,1 triliun.
"Penerimaan pajak menjadi sorotan, khususnya setelah munculnya permasalahan imbas implementasi sistem Coretax," ujar Ibrahim.
Berdasarkan analisisnya melihat berbagai sentimen yang ada, baik global maupun domestik, ia memprediksi rupiah akan berbalik melemah pada perdagangan selanjutnya, Jumat (21/3/2025).
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.470-Rp 16.570 per dolar AS," tutupnya. Eva Rianti