REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dewan Gubernur Bank Indonesia mengkhawatirkan dampak yang ditimbulkan akibat diputuskannya hubungan antara Bank Indonesia (BI) dengan industri perbankan selepas terbentuknya lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kekhawatiran itu muncul mengingat pengalaman sejumlah negara yang kesulitan dalam mengkoordinasikan antara OJK dan BI saat terjadi krisis.
''Jangankan kita yang negara berkembang, negara maju terlalu sulit mengatur fungsi koordinasi antara keduanya,'' ujar Pjs Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, saat rapat dengar pendapat umum Pansus OJK dengan Bank Indonesia, di Jakarta, Senin (23/8).
Darmin mencontohkan Inggirs. Pada awal dibentuk FSA (OJK Inggris) hal yang paling diperhatikan yakni masalah koordinasi dengan Bank Sentral. Tapi nyatanya saat kondisi ekonomi tengah genting koordinasi tersebut tidak berjalan dengan baik. ''Pelajaran itu membuat mereka mendesain ulang bukan hanya mengatur ulang koordinasi tapi mendesain ulang model pengawasan,'' ungkapnya.
Begitupula dengan negara lain seperti Jerman. Menurut Darmin, sebetulnya fungsi pengawasan perbankan tersebut bisa saja dikeluarkan dari Bank Indonesia. Asalkan ada informasi yang akurat dan real time yang diberikan oleh OJK. ''Tapi sepertinya sulit, tidak ada solusinya kecuali tidak diputuskan antara perbankan dan bank sentral, tidak ada data yang akurat,'' tukasnya.