REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengungkapkan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 43,6 triliun untuk merenovasi dua juta rumah tidak layak huni di desa. Menurut Fahri, masing-masing rumah mendapatkan alokasi dana sekitar Rp 21,8 juta. Namun, tantangan terbesar bukan hanya soal pendanaan.
“Kapasitas kita membangun renovasi massal selama ini paling tinggi 140 ribu rumah per tahun. Sekarang kita ditargetkan dua juta. Itu lompatan besar yang tidak mungkin dicapai tanpa teknologi,” ujarnya di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Ia menjelaskan, di desa umumnya keluarga memiliki rumah karena masih mengusung konsep keluarga besar (extended family), namun rumah yang dimiliki tidak layak huni. Kondisi ini umum ditemukan di desa, sehingga persoalan perumahan di desa pada dasarnya bukan soal ketersediaan lahan.
Secara umum, postur persoalan perumahan di pedesaan adalah masyarakat tinggal di rumah yang tidak layak huni. Rumah tersebut sering kali hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, bukan sebagai simbol status sosial. Fenomena ini banyak ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di daerah pesisir dan bantaran sungai.
"Maka strategi pemerintah di masa yang akan datang adalah melakukan renovasi besar-besaran terhadap perumahan, terutama di desa-desa di seluruh Indonesia. Ini naik jumlahnya menjadi dua juta unit rumah," kata Fahri.
Sebagai informasi, Kementerian PKP mengusulkan renovasi dua juta unit rumah untuk tahun depan. Usulan ini dilatarbelakangi oleh masih banyaknya rumah tidak layak huni, yang jumlahnya mencapai lebih dari 26 juta unit.
Selain itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) juga mengusulkan pembangunan 500 ribu unit rumah subsidi untuk tahun 2026 dalam rapat kabinet.