REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sejak 2017 hingga kuartal I 2025 telah menembus Rp142,13 triliun. Angka tersebut menunjukkan masih maraknya aktivitas keuangan ilegal meski berbagai penindakan telah dilakukan.
“Nilai kerugian akibat investasi ilegal tahun 2017 sampai dengan triwulan I 2025 mencapai Rp142,13 triliun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Frederica Widyasari Dewi saat menyampaikan sambutan dalam acara ‘Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal’ di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Kerugian terbesar tercatat pada 2022 yakni Rp120,79 triliun, melonjak drastis dari 2021 yang sebesar Rp2,54 triliun. Adapun pada 2025 (hingga kuartal I) kerugian mencapai Rp105 miliar, diikuti 2024 sebesar Rp2,35 triliun, dan 2023 sebesar Rp603,9 miliar. Sementara pada 2020 tercatat Rp5,9 triliun, 2019 Rp4 triliun, 2018 sebesar Rp1,4 triliun, dan 2017 sebanyak Rp4,4 triliun.
Berdasarkan data OJK, hingga saat ini sebanyak 1.840 entitas keuangan ilegal telah diberhentikan, yang terdiri dari 1.556 pinjaman daring ilegal dan 284 investasi ilegal.
OJK ini juga menerima 11.137 pengaduan masyarakat, terdiri atas 8.929 pengaduan pinjol ilegal dan 2.208 pengaduan investasi ilegal.
Frederica atau Kiki menegaskan, OJK terus memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menindak para pelaku lewat Indonesia Anti Scam Center (IASC).
“Harapannya ke depan ketika masyarakat mengadu ke IASC, otomatis menjadi aduan kepada aparat penegak hukum untuk proses lebih lanjut. Kalau yang di Satgas PASTI, beberapa aduan yang ilegal sudah kita tindaklanjuti dan harapannya ini juga terus kita lakukan penindakan.”