Rabu 30 Apr 2025 15:11 WIB

Defisit APBN Capai 0,43 Persen pada Maret 2025, Sri Mulyani: Sesuai Desain

Defisit APBN berjalan sesuai dengan desain yang telah ditetapkan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (ketiga kiri) bersama jajaran pimpinan Kemenkeu sebelum konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Foto: Eva Rianti/Republika
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (ketiga kiri) bersama jajaran pimpinan Kemenkeu sebelum konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Kamis (13/3/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 31 Maret 2025 yakni sebesar Rp 104,2 triliun atau 0,43 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit APBN berjalan sesuai dengan desain yang telah ditetapkan.

“Defisit Rp 104,2 triliun atau 0,43 persen PDB bukan hal yang menimbulkan kekhawatiran karena masih di dalam desain APBN awal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi April 2025 di Jakarta, Rabu (30/4/2025).

Baca Juga

Melalui UU Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN Tahun Anggaran 2025, Pemerintah dan DPR menyepakati bahwa kas negara tahun ini ditargetkan mengalami defisit sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53 persen PDB.

Nilai itu mempertimbangkan fungsi APBN untuk menjadi instrumen counter-cyclical dalam mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi program-program pembangunan nasional di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Namun, lanjut Sri Mulyani, semua dilakukan dengan tetap terukur.

“Ini sudah disepakati di DPR dan menjadi UU,” ujarnya.

Nilai defisit per Maret sebesar Rp 104,2 triliun setara dengan 16,9 persen dari target APBN 2025.

Defisit itu diperoleh dari pendapatan negara yang tercatat sebesar Rp 516,1 triliun (17,2 persen dari target Rp 3.005,1 triliun) dan belanja negara sebesar Rp 620,3 triliun (17,1 persen dari target Rp 3.621,3 triliun).

“Pendapatan negara 17,2 persen dari target, belanja negara Rp 17,1 persen, surplus/defisit dari total postur 16,9 persen. Jadi, semua bergerak hampir sama,” jelas Sri Mulyani.

Secara rinci, pendapatan negara dari penerimaan perpajakan tercatat sebesar Rp 400,1 triliun (16,1 persen dari target), terdiri dari Rp 322,6 triliun dari penerimaan pajak (14,7 persen dari target) serta Rp 77,5 triliun dari kepabeanan dan cukai (25,7 persen dari target). Kemudian, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat senilai Rp 115,9 triliun (22,6 persen dari target).

Sementara belanja negara telah disalurkan melalui belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp 413,2 triliun (15,3 persen dari target) serta transfer ke daerah Rp 207,1 triliun (22,5 persen dari target).

Untuk BPP, sebesar Rp 196,1 triliun (16,9 persen dari pagu) disalurkan melalui belanja kementerian/lembaga (K/L) dan sebesar Rp 217,1 triliun (14,1 persen dari pagu) disalurkan melalui belanja non-K/L.

Keseimbangan primer masih terjaga surplus dengan nilai Rp 17,5 triliun. Keseimbangan primer mencerminkan kemampuan negara mengelola utang. Dengan surplus keseimbangan primer, maka kondisi fiskal dapat dikatakan masih cukup memadai untuk mengelola pendapatan, belanja, dan utang.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement