REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso meninjau kebutuhan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk implementasi mandatori penggunaan bahan bakar campuran biodiesel 40 persen (B40). Ini dalam rangka mengatur rasio ekspor CPO.
“Kami lihat dulu, ya, seberapa besar kebutuhan (CPO), karena untuk mengubah rasio (ekspor CPO) nanti gampang. Jadi, kami lihat dulu apakah perlu mengubah rasio ekspornya,” ujar Budi Santoso dalam Konferensi Pers Capaian 2024 dan Program Kerja 2025 di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (6/1/2025).
Biodiesel B40 merupakan bahan bakar campuran solar sebanyak 60 persen dan bahan bakar nabati (BBN) dari kelapa sawit sebanyak 40 persen.
Sebelumnya, Budi menyampaikan Kemendag akan melakukan evaluasi guna menentukan kebijakan yang sesuai untuk penyediaan bahan baku B40 dan juga kebutuhan minyak goreng di dalam negeri.
"Nanti kita hitung lagi, kemudian kebijakan apa yang kita lakukan, kita akan evaluasi terus. Evaluasi terus, jangan sampai nanti kebutuhan dalam negeri juga enggak terjadi, harus kita evaluasi," katanya.
Pada tahun 2025, pemerintah menetapkan alokasi B40 sebanyak 15,6 juta kiloliter (kl) biodiesel dengan rincian, 7,55 juta kl diperuntukkan bagi public service obligation (PSO). Sementara 8,07 juta kl dialokasikan untuk non-PSO.
Implementasi program mandatori B40 ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Sebesar 40 Persen.
Penyaluran biodiesel ini akan didukung oleh 24 Badan Usaha (BU) BBN yang menyalurkan biodiesel, 2 BU BBM yang mendistribusikan B40 untuk PSO dan non-PSO, serta 26 BU BBM yang khusus menyalurkan B40 untuk non-PSO.