Jumat 16 May 2025 14:48 WIB

Kementerian ESDM Nyatakan Siap Terapkan B50 Mulai 2026

Implementasi biodiesel B50 dinilai siap didukung industri dan suplai FAME nasional.

Petugas mengisi bahan bakar B30 ke kendaraan saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). Uji jalan kendaraan berbahan bakar campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar atau B30 dengan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar itu tidak akan meyebabkan performa dan akselerasi kendaraan turun.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika
Petugas mengisi bahan bakar B30 ke kendaraan saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). Uji jalan kendaraan berbahan bakar campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar atau B30 dengan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar itu tidak akan meyebabkan performa dan akselerasi kendaraan turun.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menyatakan bahwa Indonesia siap mengimplementasikan bahan bakar minyak (BBM) jenis biodiesel 50 (B50) pada 2026. Diharapkan B50 awal tahun bisa segera diterapkan.

“Untuk ketersediaan FAME-nya, kita sudah siap untuk masuk ke B50 tahun depan. Mudah-mudahan awal tahun bisa ditetapkan,” ujar Yuliot saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (16/5/2025).

Baca Juga

Keyakinan tersebut didasarkan pada evaluasi implementasi B40 yang telah berjalan sejak awal 2025. Menurut Yuliot, pelaksanaan B40 berjalan baik, baik untuk sektor public service obligation (PSO) maupun non-PSO.

Selain itu, kesiapan industri dalam negeri terkait ketersediaan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) juga dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan B50. FAME adalah bahan bakar mesin diesel yang dihasilkan dari minyak nabati melalui proses transesterifikasi.

“Kesiapan badan usaha, khususnya dari industri FAME, cukup positif. Mereka mendapatkan kuota lebih besar tahun ini dan turut meningkatkan aktivitas investasinya,” jelas Yuliot.

Sebelumnya, Yuliot menyampaikan bahwa penerapan B50 pada 2026 membutuhkan tambahan lahan sawit seluas 2,3 juta hektare. Namun, kini dipastikan bahwa implementasi B50 tidak memerlukan perluasan lahan sawit.

Berdasarkan hasil koordinasi dengan Kementerian Pertanian, kebutuhan crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah untuk B50 dinilai masih mencukupi. Pemerintah baru akan mempertimbangkan penambahan lahan apabila program berlanjut ke B60.

“Dengan adanya program replanting (penanaman kembali), kebutuhan bisa tercukupi. Jadi, mungkin penambahan lahannya tidak terlalu besar,” ujar Yuliot.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan langsung untuk mendorong penggunaan biofuel B50 pada 2026 dalam rangka menciptakan kedaulatan energi nasional.

Yuliot optimistis implementasi B50 pada 2026 akan memperkuat cadangan energi nasional dan mendukung upaya memenuhi kebutuhan energi domestik secara mandiri.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement