Ahad 23 Nov 2025 06:30 WIB

Bukan Bobibos, Ini Bahan Bakar Nabati yang Dipilih Pemerintah untuk Dikembangkan

Pemerintah bahkan akan menerapkan wajib bioetanol sebesar 10 persen.

Tim pendukung Bobibos menunjukan bahan bakar Bobibos Energi Merah Putih jenis solar seusai konferensi pers terkait Bobibos Energi Merah Putih di Bumi Sultan Jonggol, Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/11/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Tim pendukung Bobibos menunjukan bahan bakar Bobibos Energi Merah Putih jenis solar seusai konferensi pers terkait Bobibos Energi Merah Putih di Bumi Sultan Jonggol, Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/11/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bahan Bakar Original Buatan Indonesia, Bos! atau dikenal dengan Bobibos sukses mencari perhatian publik sejak diluncurkan di Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada awal November lalu. Bobibos disebut oleh penggagasnya memanfaatkan jerami sebagai bahan bakar alternatif. 

Penggunaan jerami sebagai bahan baku yang berasal dari nabati bukan satu-satunya yang tengah dikembangkan saat ini. Pemerintah pun sedang mengembangkan bahan bakar nabati bioetanol dengan berbagai sumber bahan baku. Rencananya, pemerintah bahkan akan menerapkan wajib bioetanol sebesar 10 persen atau E10. Penerapannya berkisar pada rentang 2027 hingga 2028, tergantung pada kesiapan infrastruktur dan kapasitas produksi bioetanol nasional.

Baca Juga

Terkini, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni telah melakukan uji coba kendaraan roda empat berbahan bakar nabati bioetanol berbasis aren yang dinilai tidak mengalami kendala.

"Kalau sekarang masih ada B40, B50, ini sudah E100 mobilnya jalan dengan baik," kata Menhut saat jumpa pers usai uji coba kendaraan dari bahan bakar nabati bioetanol berbasis aren di Kamojang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/11/2025).

Menhut bersama jajaran dari PT Pertamina dan sejumlah kementerian lainnya mengisi langsung bioetanol dari bahan aren untuk kendaraan diesel Toyota Fortuner. Usai mengisi BBM bioetanol, Raja Juli Antoni mengendarai kendaraan tersebut untuk mengetahui bagaimana tarikan atau tenaga mobil yang dihasilkan setelah diisi bahan bakar bioetanol.

"Sama sekali enggak ada (kendala), E100 itu sudah bisa, tarikannya mantap," katanya.

 Lebih lanjut, ia mengatakan, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan energi baru terbarukan dalam rangka menjaga ketahanan energi terutama bioetanol dari bahan aren.

Ia menargetkan dapat menanam satu juta hektare pohon aren untuk bisa memproduksi 24 juta kilo liter etanol yang artinya kebutuhan impor bahan bakar minyak untuk Indonesia bisa terpenuhi.

"Kalau kita bisa berhasil menanam satu juta hektare aren maka kita akan bisa memproduksi 24 juta kilo liter etanol, artinya kita tidak perlu lagi impor BBM, dan ini adalah sekali lagi ketahanan energi, dan ini adalah energi baru terbarukan," katanya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menerangkan impor bensin Indonesia saat ini mencapai sekitar 27 juta ton per tahun. Fakta tersebut menjadi alasan utama pemerintah menyiapkan penerapan bahan bakar campuran bioetanol 10 persen atau E10.

Besarnya volume impor tersebut, lanjut Bahlil, menunjukkan kebutuhan mendesak untuk memperkuat produksi energi berbasis domestik. Program E10 diharapkan menjadi solusi transisi menuju kemandirian energi dengan memanfaatkan potensi bahan baku lokal seperti tebu dan singkong.

Pemerintah juga tengah melakukan kajian menyeluruh terkait waktu pelaksanaan kebijakan tersebut. Opsi yang dikaji berada pada rentang 2027 hingga 2028, tergantung pada kesiapan infrastruktur dan kapasitas produksi etanol nasional.

“Tetapi, menurut saya, yang kita lagi desain kelihatannya paling lambat 2027, ini sudah bisa jalan,” ujar Bahlil.

photo
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. - (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Ia menilai, kebijakan tersebut tidak hanya berperan dalam pengurangan impor, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi sektor pertanian dan industri pengolahan energi terbarukan. Penerapan E10 dipandang sebagai tonggak penting dalam transisi menuju ketahanan energi nasional.

Dengan mengandalkan bahan baku lokal, Indonesia diharapkan dapat menekan ketergantungan terhadap impor BBM. Pada saat yang sama, tegas Bahlil, kebijakan ini juga akan memperluas lapangan kerja di daerah penghasil tebu dan singkong.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement