REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan pemerintah akan memulai membahas kembali kelanjutan Revisi Peraturan Presiden Nomer 191 Tahun 2014 tentang penyaluran BBM dan LPG bersubsidi. Kata Tutuka pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan perihal revisi ini.
"Kita dorong terus bahwa BBM JBKP (BBM Subsidi) ini harus tepat sasaran. Salah satunya lewat revisi Perpres itu payung hukumnya," kata Tutuka di Kementerian ESDM, Senin (2/10/2023).
Apalagi, melihat history fluktuasi harga minyak dan situasi global erat kaitannya dengan pengaruh ke harga jual BBM. Jika terjadi gap harga yang besar antara BBM subsidi dengan BBM non subsidi maka akan mendorong adanya peralihan.
"Kalo kemungkinan shifting (peralihan) pasti ada, tapi jumlahnya kan saya kira tidak banyak, tapi kemungkinan sih pasti ada," kata Tutuka.
Untuk mengantisipasi hal tersebut dan tak memberatkan APBN, perlu ada penataan penyaluran BBM subsidi yang lebih komperhensif. Hanya saja, Tutuka masih enggan menjelaskan seperti apa poin perubahan revisi perpres tersebut.
"Ya kita komunikasi terus dan kita bahas lagi," tegas Tutuka.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) per Ahad (1/10/2023). Dalam lama resmi Pertamina, harga BBM jenis Pertamax kini sebesar Rp 14 ribu per liter atau naik Rp 700 dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 13.300.
Pantauan Republika, rata rata harga minyak dunia mengalami kenaikan. Sepanjang September 2023 harga minyak mentah WTI berhasil melonjak 8,56 persen, dan harga minyak mentah brent naik 9,73 persen. Saat ini harga minyak berada di level 90-94 dolar AS per barel sejak bulan Agustus kemarin.