REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan, penguatan rupiah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan Selasa (6/6/2023) sore ini lebih rendah dibandingkan penguatan saat pembukaan karena pelaku pasar kembali fokus pada faktor eksternal.
"(Adapun faktor eksternalnya) data-data ekonomi AS yang akan mempengaruhi arah kebijakan suku bunga the Fed," ujar Rully disiarkan Antara di Jakarta.
Pada penutupan perdagangan hari ini, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank mengalami penguatan sebesar 0,20 persen atau 30 poin dari sebelumnya Rp 14.890 per dolar AS menjadi Rp 14.860 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp 14.819–Rp 14.872 per dolar AS.
Pada Selasa pagi, kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank menguat 0,47 persen atau 70 poin menjadi Rp 14.820 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.890 per dolar AS.
Kata Rully, penguatan rupiah terhadap dolar AS pada pembukaan perdagangan pagi ini lebih disebabkan oleh faktor domestik. Yaitu, tren penurunan laju inflasi Mei 2023 yang masih berlanjut, surplus transaksi perdagangan dan kenaikan cadangan devisa. "Sementara dari faktor eksternal masih menunjukkan pelemahan, di antaranya data PMI (Indeks Manajer Pembelian) sektor jasa AS," ungkapnya.
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra juga mengingatkan, pasar perlu mewaspadai sentimen yang tidak terlalu bullish untuk aset berisiko. Indeks saham Asia bergerak beragam dan nilai tukar regional bergerak sedikit melemah terhadap dolar AS.
"Potensi penguatan ke arah Rp 14.850 (per dolar AS), dengan potensi pelemahan ke arah Rp 14.950 (per dolar AS)", ucap dia.