REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mantan penasihat ekonomi Gedung Putih Gary Cohn menyebut, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Cina sulit dimenangkan. Lebih dari itu, perang dagang justru berpotensi merugikan ekonomi AS secara keseluruhan.
Menurut dia, kebijakan pemerintahan Donald Trump untuk menaikkan tarif impor terhadap produk yang sangat dibutuhkan dari Cina akan menghambat pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Apalagi, pemerintah AS sendiri sedang merangsang pertumbuhan dalam negeri melalui pemotongan pajak.
"Ketika Anda sudah membangun peralatan pabrik, membeli baja, aluminium, membeli produk impor dan kemudian mengenakan tarif pada produk tersebut. Secara harfiah, insentif pajak yang kami berikan dengan satu tangan justru diambil dengan tangan lainnya," kata Cohn, dilansir CNBC, Kamis (1/8).
Dalam wawancaranya dengan BBC, Cohn menerangkan posisi dirinya yang ikut pihak anti-tarif. “Semua orang kalah dalam perang dagang,” tegas dia.
Mantan pimpinan Goldman Sachs tersebut mengaku pesimistis dengan rencana Trump untuk mengatasi ketidakseimbangan neraca perdagangan dengan Cina melalui tarif. Dia curiga, Trump menggulirkan rencana itu dengan pandangan bahwa dirinya akan memegang kekuasaan "selamanya."
Sebaliknya, Cohn menduga kebijakan tersebut justru akan memberi keuntungan tersendiri bagi birokrat Cina. Salah satunya dengan menjadikan perang dagang sebagai dalih atas melambatnya pertumbuhan Cina.
"Saya pikir, ekonomi Cina akan melambat dengan ataupun tanpa perang dagang," ucap Cohn.
Cohn menyebutkan, dirinya memiliki dampak nyata terhadap penurunan ekonomi AS seperti di manufaktur mobil dan pertanian. Sampai saat ini, Gedung Putih belum memberikan tanggapan terhadap komentar Cohn.
Pada April 2018, Cohn mundur dari jabatan direktur Dewan Ekonomi Nasional AS. Pengunduran dirinya itu diumumkan tepatnya setelah Donald Trump memutuskan untuk mengenakan tarif impor terhadap baja dan aluminium.