REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menegaskan bahwa Indonesia tetap berpegang pada kesepakatan dengan Amerika Serikat (AS). Ia menolak keras praktik transhipment dari negara lain.
Indonesia saat ini mendapatkan tarif impor dari AS sebesar 19 persen—angka terendah di Asia Tenggara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Indonesia akan dijadikan negara transhipment oleh negara-negara lain yang dikenakan tarif lebih tinggi.
“Karena kalau tidak sesuai kesepakatan, bisa berubah lagi. Jadi harus sesuai aturan, sesuai kesepakatan, sesuai perjanjian yang akan disepakati antara kita dan Amerika,” ujar Budi di Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Transhipment adalah praktik pemindahan atau pengiriman barang dari suatu negara ke Indonesia, kemudian dikirim kembali ke negara lain setelah memperoleh dokumen tertentu dari Indonesia. Negara-negara dengan tarif tinggi berpotensi melakukan hal ini guna menghindari tarif resiprokal dari AS.
Budi menegaskan bahwa praktik transhipment tidak dibenarkan dalam perdagangan internasional. Ketentuan terkait praktik tersebut juga menjadi poin penting dalam negosiasi antara kedua negara.
“Transhipment itu tidak boleh. Misalnya seperti yang terjadi di Vietnam, mereka dikenakan tarif 20 persen, tetapi kalau barangnya transhipment akan dikenakan 40 persen,” jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyampaikan bahwa tarif impor sebesar 19 persen akan dikenakan terhadap produk Indonesia yang masuk ke AS. Pernyataan tersebut disampaikan usai negosiasi langsung antara Trump dan Presiden RI, Prabowo Subianto.
“Indonesia akan membayar tarif 19 persen kepada Amerika Serikat untuk semua barang impornya ke negara kita,” ujar Trump sebagaimana dipantau melalui akun Truth Socialnya di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Angka ini menandai tercapainya kesepakatan penurunan tarif impor dari AS terhadap produk Indonesia, dari sebelumnya 32 persen yang diumumkan Trump pada April lalu.