Rabu 16 Jul 2025 17:56 WIB

Freeport Ungkap Kualitas Tembaga Indonesia Dipuji oleh Trump

Freeport masih menunggu detail kepastian tarif ekspor produk tambang.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, masih menunggu detail kepastian tarif ekspor produk tambang khususnya tembaga ke Amerika Serikat (AS).

“Detailnya belum tahu. Tapi, tadi dipuji (oleh Presiden AS Donald Trump) bahwa tembaga di Indonesia itu kualitasnya bagus,” kata Tony saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Baca Juga

Adapun sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan, Indonesia memiliki tembaga dengan kualitas tinggi, menyusul pengumuman penurunan tarif balasan atau resiprokal dari semula 32 persen menjadi 19 persen.

“19 persen itu sudah pasti lebih bagus dari 32 persen. Tapi ini masih belum final. Mudah-mudahan bisa turun lagi,” ucapnya.

Menyusul pernyataan Trump dan potensi peningkatan kapasitas produksi tembaga untuk pasar AS, Tony mengatakan, hal itu kemungkinan besar tidak bisa dilakukan.

“Di tambang tidak bisa, ketika ada permintaan kita menaikkan kapasitas produksi. Tidak bisa seperti itu karena rencana induk (main plan) kita sudah terencana dengan baik dengan memerhatikan daya dukung lingkungan, safety, ketersediaan, dan lain sebagainya,” ujar Tony.

“Dan ini sudah direncanakan lama, tidak seperti manufacturing yang bisa (meningkatkan produksi menyusul banyaknya permintaan). Karena bahan baku kita dari dalam tanah, jadi memang harus sesuai dengan rencana, ditambang secara sequence,” imbuhnya.

Saat ditanya bagaimana kebijakan tarif ini mempengaruhi perdagangan tembaga ke AS, Tony mengatakan, selama ini Negeri Paman Sam bukan negara tujuan ekspor utama.

“Kami sih selama ini tidak pernah jual ke Amerika ya. Selama ini ekspor itu sebagian besar ke China,” ujar dia.

Selain itu, ia pun mengaku masih belum ada pertimbangan untuk memindahkan pasar utama dari China ke AS.

“Untuk memindahkan pasar? Kalau ke Amerika itu jauh, (butuh waktu pengiriman) 45 hari. Sementara kalau ke China itu cuma 7 hari pengapalan, dan China mengkonsumsi 50 persen dari copper di dunia ini,” kata Tony.

“Jadi, ya, maksudnya kenapa harus pindah, gitu kan? Tapi intinya adalah kalau kita namanya international trade, trade is borderless, ya, kan? Di mana ada market ya di situ (kita masuk),” tambahnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement