Jumat 22 Aug 2025 18:46 WIB

Kinerja Ekspor di Tengah Dinamika Tarif AS, Bank Indonesia: Kepercayaan Pasar Lebih Tinggi

BI optimistis kinerja ekspor semakin meningkat.

Ilustrasi suasana ekspor dan impor di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi suasana ekspor dan impor di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Bank Indonesia (BI) meyakini bahwa ke depan, kinerja ekspor Indonesia tetap positif di tengah dinamika pengenaan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).

Kondisi tersebut dinilai dapat menjaga stabilitas eksternal dan meningkatkan kepercayaan investor, sehingga investasi dapat tumbuh kuat dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga

“Secara umum, karena tarifnya (pengenaan tarif untuk Indonesia) lebih rendah (dibandingkan negara-negara lain), confidence-nya (kepercayaan pasar) lebih tinggi, tentunya kita harapkan ekspor ke depan juga meningkat,” kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) BI Juli Budi Winantya dalam diskusi bersama media di Yogyakarta, Jumat.

Juli mencatat sejak 7 Agustus 2025 tarif resiprokal AS diperluas dari 44 menjadi 70 negara. Beberapa negara seperti India dan Swiss bahkan dikenakan tarif lebih tinggi dari pengumuman awal.

Sebaliknya, tarif untuk Indonesia justru turun menjadi 19 persen dari sebelumnya 32 persen. Mitra dagang utama Indonesia, seperti Tiongkok, juga mendapat tarif yang lebih rendah.

Meski masih ada risiko tambahan tarif untuk transhipment, secara keseluruhan kondisi ini diyakini mampu menjaga kinerja ekspor Indonesia tetap positif.

Meski demikian, Juli memperkirakan bahwa transaksi berjalan masih akan mencatatkan defisit namun dalam level rendah yakni kisaran 0,5-1,3 persen dari PDB. Defisit tersebut dinilai tetap sehat dan tidak mengganggu stabilitas eksternal.

Sebagai catatan, defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2025 tercatat sebesar 3,0 miliar dolar AS (0,8 persen dari PDB), lebih tinggi dibandingkan dengan defisit 0,2 miliar dolar AS (0,1 persen dari PDB) pada triwulan I 2025.

“Ekspor-impor barang dan jasa di transaksi berjalan, ini kami perkirakan masih akan defisit, tapi defisit masih akan rendah. Masih dalam level yang sehat,” ujar Juli.

Selain dari sisi eksternal, permintaan domestik juga diproyeksikan meningkat seiring belanja pemerintah terkait berbagai program, yang menjadi penopang tambahan bagi pertumbuhan ekonomi pada semester II 2025.

Di samping belanja rutin, pemerintah juga memberikan dorongan fiskal tambahan berupa stimulus, yang diharapkan semakin mendorong konsumsi domestik dan aktivitas ekonomi.

Sementara dari sisi moneter, Bank Indonesia juga telah menyesuaikan suku bunga acuan sebanyak lima kali sejak September 2024 hingga Agustus 2025, masing-masing sebesar 25 basis poin (bps), serta menambah likuiditas salah satunya melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Kombinasi langkah fiskal dan moneter ini diperkirakan akan menjaga pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025 tetap berada di atas titik tengah kisaran 4,6-5,4 persen.

“Itu yang juga diharapkan akan lebih mendorong ekonomi lebih baik di semester II. Sehingga seluruh tahun akan berada di atas titik tengah kisaran 4,6 persen sampai 5,4 persen,” kata Juli.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement