Selasa 25 Jun 2019 13:48 WIB

Pemerintah Siapkan Insentif untuk Industri Padat Karya

Insentif diberikan kepada industri padat karya berorientasi ekspor

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menjelaskan pemerintah melakukan terobosan kebijakan yang dapat menggairahkan iklim usaha, terutama investasi dan ekspor. Terobosan kebijakan ini diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi.

"Jadi, nanti industri padat karya yang berorientasi ekspor, juga dapat potongan Pajak Penghasilan (PPh)," kata Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Selasa (25/6).

Baca Juga

Menperin menjelaskan pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah sektor industri yang berpotensi mendorong laju investasi dan ekspor, misalnya industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, dan kimia.

Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, sektor-sektor tersebut mendapat prioritas pengembangan yang siap menjadi pionir dalam memasuki era industri 4.0. Selain itu, potongan pajak akan berlaku bagi perusahaan yang melakukan substitusi impor.

"Substitusi impor dimungkinkan diberikan semacam mini tax holiday dan juga terkait dengan bea masuknya," kata Airlangga Hartarto.

Airlangga menyebutkan dengan adanya kebijakan keringanan pajak bagi pelaku industri, diharapkan mampu menarik lebih banyak investor untuk menanamkan modalnya di Tanah Air. Hal ini diyakini dapat menciptakan efek berantai, termasuk dalam membuka lapangan pekerjaan dan menambah penerimaan negara.

"Insentif fiskal diperlukan dalam upaya mendorong investasi dan pertumbuhan sektor manufaktur, serta juga untuk mendongkrak daya saingnya di kancah global," tuturnya.

Airlangga mencontohkan penerapan insentif super deductible tax untuk dua skema. Pertama, pemberian fasilitas fiskal berupa pengurangan penghasilan bruto maksimal 200 persen dari jumlah biaya praktik kerja, pemagangan, dan pembelajaran (vokasi) bagi wajib pajak (WP) badan dalam negeri yang melakukan praktik tersebut untuk mendorong peningkatan kualitas SDM.

Kedua, pemberian fasilitas fiskal berupa pengurangan penghasilan bruto maksimal 300 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu bagi WP (Wajib Pajak) badan dalam negeri yang melakukan aktivitas penelitian dan pengembangan di Indonesia.

Pemberian fasilitas tersebut diberikan dengan catatan, aktivitas yang dilakukan oleh korporasi harus menghasilkan investasi, inovasi, teknologi baru, atau alih teknologi bagi pengembangan industri dan daya saing nasional.

"Penerapan regulasi ini sejalan dengan inisiatif menuju Indonesia 4.0 serta mendorong industri manufaktur dalam negeri melalui peningkatan kualitas SDM dan riset," ujarnya.

Kementerian Perindustrian mencatat, industri manufaktur merupakan salah satu sektor yang menyumbang cukup signfikan bagi total investasi di Indonesia. Pada kuartal I tahun 2019 penanaman modal dari sektor industri manufaktur memberikan kontribusi mencapai Rp 44,06 triliun.

Adapun empat sektor manufaktur yang menyetor nilai investasi terbesar pada kuartal I 2019, yakni industri makanan sebesar Rp 12,77 triliun; disusul industri logam dasar Rp 11,46 triliun; industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia Rp 3,58 triliun; serta industri barang galian bukan logam Rp 2,59 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement