Selasa 02 Sep 2025 19:02 WIB

Menkeu Pastikan 2026 tak Ada Kenaikan Tarif Pajak

Pendapatan negara dalam RAPBN 2026 ditargetkan naik 9,8 persen.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Satria K Yudha
Petugas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melayani wajib pajak saat melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Palembang Ilir Barat di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (29/2/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Petugas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melayani wajib pajak saat melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Palembang Ilir Barat di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (29/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah tidak akan menaikkan tarif pajak maupun memberlakukan jenis pajak baru pada 2026. Meski begitu, pendapatan negara dalam RAPBN 2026 ditargetkan naik 9,8 persen menjadi Rp3.147,7 triliun.

“Dari sisi pendapatan negara, karena kebutuhan negara dan bangsa begitu banyak maka pendapatan negara terus ditingkatkan tanpa ada kebijakan-kebijakan baru,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI, Selasa (2/9/2025).

Baca Juga

Target penerimaan pajak ditetapkan sebesar Rp2.357,7 triliun atau tumbuh 13,5 persen. Sri Mulyani menekankan strategi peningkatan penerimaan ditempuh melalui penguatan kepatuhan dan penegakan aturan, bukan dengan menaikkan tarif.

“Seolah-olah upaya untuk meningkatkan pendapatan, kita menaikkan pajak padahal pajaknya tetap sama tapi enforcement dan dari sisi compliance, kepatuhan akan dirapikan, ditingkatkan,” ujarnya.

Dalam RAPBN 2026, belanja negara dipatok Rp3.786,5 triliun. Sri Mulyani menegaskan kebijakan perpajakan tetap berpihak kepada rakyat kecil. Wajib pajak yang mampu diminta patuh membayar pajak, sementara kelompok tidak mampu mendapat perlindungan.

“Mereka yang benar-benar tidak mampu, tentu akan mendapat perlindungan dan bantuan yang optimal. Tapi bagi yang mampu, wajib pajak harus patuh dan membayar pajak sesuai ketentuan,” lanjut Menkeu.

Salah satu bentuk pemihakan diberikan kepada pelaku UMKM. “Kebijakan kita UMKM sampai Rp500 juta omzetnya tidak ada PPh-nya, jadi mereka tidak membayar pajak. Kalau omzetnya di atas Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar, pajak final 0,5 persen. Itu adalah kebijakan pemihakan kepada UMKM karena kalau pajak PPh Badan adalah angkanya di 22 persen,” jelas Sri Mulyani.

Selain UMKM, pemerintah juga memberikan insentif pajak bagi sektor pendidikan dan kesehatan. Masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp60 juta per tahun dibebaskan dari Pajak Penghasilan (PPh).

“Ini menggambarkan bahwa pendapatan negara tetap dijaga baik namun pemihakan gotong royong kepada terutama kelompok yang lemah tetap akan diberikan,” ungkapnya.

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah terus memperbaiki sistem perpajakan melalui penyempurnaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Coretax.

“Jadi, program-programnya fokus pada penyempurnaan Coretax, penguatan sinergi dalam pertukaran data, dan penyamaan perlakuan antara transaksi digital dan non-digital. Kami juga terus mendorong peningkatan joint program, agar pengawasan, pemeriksaan data, serta kerja intelijen perpajakan bisa dilakukan secara lebih konsisten,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement