Selasa 02 Sep 2025 13:45 WIB

Hipmi Minta Pemerintah Longgarkan Pajak untuk Rakyat Kecil

Hipmi berharap insentif pajak diperpanjang agar ekonomi stabil.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Calon pembeli mengamati harga beras di salah satu supermarket di Jakarta, Jumat (14/8/2025). Pemerintah perlu memberikan dukungan kepada wong cilik atau rakyat kecil untuk stabilkan ekonomi.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Calon pembeli mengamati harga beras di salah satu supermarket di Jakarta, Jumat (14/8/2025). Pemerintah perlu memberikan dukungan kepada wong cilik atau rakyat kecil untuk stabilkan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Akbar Himawan Buchari, menilai pemerintah perlu memberikan dukungan kepada wong cilik atau rakyat kecil. Salah satunya dengan melonggarkan pajak untuk menstabilkan ekonomi.

"Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat harus benar-benar satu visi, yakni menstabilkan ekonomi nasional. Sebab itu, kebijakan yang dirasa memberatkan rakyat perlu mendapat perhatian serius," ujar Akbar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (2/9/2025).

Baca Juga

Akbar mengatakan pengetatan pajak menjadi dilematis karena pemerintah membutuhkan penerimaan untuk membiayai kebutuhan negara. Di sisi lain, masih banyak pengusaha UMKM yang membutuhkan dukungan pemerintah agar bisnisnya tetap stabil.

Ia berharap pemerintah memperpanjang tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen bagi UMKM yang akan berakhir akhir tahun ini. Tujuannya, menebar keadilan bagi wajib pajak yang taat aturan.

"Kami berharap pemerintah melonggarkan aturan ini sampai ekonomi stabil. Lagipula, pengusaha UMKM selalu taat aturan. Jangan sampai aturan ini justru mengikis fundamental UMKM," pinta Akbar.

Selain itu, Akbar berharap tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diturunkan dari 11 menjadi 10 persen. Langkah ini, menurutnya, semata-mata untuk mengurangi beban masyarakat kecil, sesuai dengan prioritas Presiden Prabowo Subianto yang ingin menyejahterakan rakyat kecil.

Dengan kontribusi sekitar 54–55 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), Akbar menilai pemerintah harus menjaga konsumsi rumah tangga agar pertumbuhan ekonomi nasional tetap terjaga.

"Dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi saat ini, pemerintah harus meringankan beban rakyat. Jangan sampai kelas menengah ke bawah justru takut membelanjakan uangnya," ujarnya.

Akbar juga meminta agar pemerintah pusat berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) terkait Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Meski tidak bisa membatalkan aturan tersebut, pemerintah pusat bisa memberi pandangan bahwa kebijakan itu tidak tepat saat ini.

"Ada sejumlah daerah yang PBB-nya naik lebih dari 100 persen. Menurut saya, ini perlu dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat," kata Akbar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement