REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen memperkuat rantai pasok emas dan tembaga sebagai fondasi kedaulatan mineral nasional. Langkah itu sejalan dengan meningkatnya permintaan global terhadap emas sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian geopolitik.
Pengamat energi Universitas Indonesia, Ali Ahmudi, menilai, kebijakan DMO emas melalui sistem traceability domestik, dukungan sertifikasi internasional good delivery dari London Bullion Market Association, serta pembangunan Precious Metal Refinery (PMR) akan mengurangi ketergantungan terhadap negara lain. Hal itu juga menjadi tonggak penting dalam meningkatkan produksi emas dalam negeri.
"DMO emas bukan hanya soal pasokan dalam negeri, tetapi juga strategi hilirisasi yang memastikan Indonesia tidak sekadar menambang, melainkan menjadi pemain industri global. Dengan smelter dan PMR, Indonesia akan mengekspor bullion, bukan lagi konsentrat mentah," ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Ahad (23/11/2025).
Selain emas, Ali menekankan, hilirisasi tembaga tetap menjadi pilar transisi energi. Tembaga berperan sebagai tulang punggung kendaraan listrik, baterai, dan jaringan listrik hijau. Integrasi proyek Smelter Gresik dengan PMR akan memperkuat agenda downstreaming menuju green economy.
"Transformasi ini merupakan bagian dari visi Indonesia Emas 2045, dengan target menjadikan Indonesia sebagai regional refining and manufacturing hub pada 2025–2035. Kombinasi DMO emas, hilirisasi tembaga, dan kebijakan industri nasional akan memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok logam strategis dunia," kata Ali.