Sabtu 19 Dec 2015 06:27 WIB

'Harga Minyak Harus Anjlok untuk Rebound Tahun Depan'

Rep: Risa Herdahita/ Red: Ani Nursalikah
Harga Minyak Mentah
Foto: Antara
Harga Minyak Mentah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anjloknya harga minyak bisa berakhir tahun depan. Namun, sebelum mulai merangkak naik, harga minyak harus melalui penurunan yang lebih dalam lagi.

CNN Money menulis (18/12), bencana anjloknya harga minyak sudah berlanjut sejak 18 bulan ini. Terjunnya harga bahkan sudah mencapai 68 persen karena pasokan minyak yang terlalu besar. Harga minyak jatuh paling dalam selama tujuh tahun pada Jumat ini dengan berada di bawah level 34,5 dolar AS per barel.

Jatuhnya harga telah mendatangkan malapetaka bagi sektor industri. Ini menyebabkan puluhan ribu orang kehilangan pekerjaan, lonjakan kegagalan perusahaan dan jatuhnya harga saham.

Banyak ahli minyak di Wall Street percaya, harga akan rebound pada akhir 2016. Namun, kejatuhan lebih dalam akan terjadi sebelum harga kembali naik.

"Ini masih perjalanan panjang di depan. Masalah kelebihan pasokan akan bersama kita untuk sementara," kata Kepala Penelitian Minyak Global di Societe Generale, Mike Wittner.

Sebuah bank investasi di New York, Goldman Sachs bahkan bertaruh minyak mentah akan berada di rata-rata 38 dolar AS per barel pada bulan Februari mendatang. Itu lebih rendah dari harga selama sebagian besar tahun ini.

Pihaknya menilai harga minyak mungkin perlu jatuh ke sekitar harga 20 dolar AS per barel. Sesuatu yang belum pernah terjadi sejak tahun 2002 ini menurutnya harus terjadi untuk memaksa pengurangan produksi minyak secara signifikan.

Masalahnya, hal yang ditunggu sejak lama, yaitu stabilnya harga di pasar minyak dunia belum terjadi. Dengan kata lain, pasokan minyak dunia masih jauh di atas permintaannya. Pasokan yang berlebih ini sebagian besar diciptakan oleh melonjaknya produksi Amerika.

Di sisi lain, OPEC, yang dipimpin oleh Arab Saudi, telah memperburuk masalah dengan memompa produksi minyaknya. Dalam CNN Money dijelaskan, ini adalah strategi yang dirancang untuk menekan produsen Amerika keluar dari pasar.

"OPEC menolak untuk memangkas produksi, memperkuat anggapan ide itu tidak datang untuk menyelamatkan pasar minyak," tulis laman itu.

Meski begitu, tidak peduli bagaimana nantinya harga minyak akhirnya jatuh, banyak pengamat percaya rebound akan terwujud di akhir 2016. Societe Generale memprediksi minyak bisa naik ke 51 dolar AS per barel pada kuartal ketiga. Kemudian merangkak ke level 56 dolar AS per barel pada kuartal keempat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement