REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menemukan ada lebih dari 110 regulasi di Indonesia yang ternyata menjadi penghambat iklim usaha di Tanah Air.
Presiden Jokowi dalam pembukaan Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden Jakarta mengatakan harus ada kajian mengenai aturan-aturan penghambat iklim usaha tersebut.
"Saya dengar sudah dikumpulkan, hampir 110 lebih regulasi kita yang tidak memberi iklim usaha baik. Saya harapkan dalam minggu ini, mungkin bisa pertemuan sehari penuh, dua hari penuh tidak pulang di Bogor untuk selesaikan ini sehingga mana yang tidak (mendukung iklim usaha), langsung potong, mana yang masih diproses, perlu diproses, mana yang masih perlu kajian, dikaji tapi ini harus segera keluar," kata Presiden, Rabu (2/9).
Oleh sebab itu, pada pekan ini juga ia banyak menghimpun masukan usulan dari berbagai pihak, terutama pelaku usaha. Pekan ini juga Presiden ingin terus ada pertemuan dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan sejumlah asosiasi dunia usaha. Menurut dia, jika percepatan itu tidak dilakukan maka pergerakan dunia usaha akan sulit untuk berkembang.
"Dunia usaha akan sulit untuk mengeluarkan modalnya dalam rangka investasi, dan juga arus modal, arus uang dari luar ke dalam akan terhambat," katanya.
Kepala Negara juga ingin agar secepatnya dilakukan revisi terhadap Undang-Undang yang menghambat proses pergerakan ekonomi termasuk pengadaan barang dan jasa maupun hal yang berkaitan dengan perbaikan iklim usaha.
"Saya harapkan Undang-Undang baru agak di-rem, tapi revisi-revisi yang diperlukan ini harus dimajukan," tuturnya.
Ia menambahkan perlunya kajian-kajian terhadap regasi yang telah ada untuk terus dilakukan.
"Dan saya harapkan bulan ini kita tahu mana yang diajukan ke dewan untuk direvisi dan mana yang harus dipercepat, seperti Undang-Undang JPSK itu sangat diperlukan untuk payung hukum," katanya.