REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo buka suara mengenai isu redenominasi atau penyederhanaan nominal rupiah yang kembali menjadi perhatian publik. Perry menegaskan, pelaksanaan redenominasi memerlukan waktu dan persiapan panjang agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
Hal itu disampaikan Perry dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/11/2025). Isu redenominasi awalnya diangkat oleh Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra, Mulyadi, yang menyinggung rencana penyederhanaan nilai rupiah di tengah tren transaksi nontunai.
“Kami ingin menindaklanjuti terkait redenominasi, sementara Bapak sedang berimprovisasi terus untuk melakukan instrumen-instrumen transaksi yang cashless. Kami ingin sekali kajian versi Bank Indonesia terkait program Pak Menteri itu (Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa), karena masyarakat mempertanyakan juga bagaimana proses dan dampaknya terhadap aktivitas transaksi mereka,” ujar Mulyadi.
Menanggapi hal itu, Perry memberikan penjelasan singkat. Ia menegaskan bahwa BI saat ini masih fokus menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan, sementara rencana redenominasi masih memerlukan kajian dan waktu implementasi yang tepat.
“Kami pada saat ini lebih fokus menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Fokusnya seperti itu. Apalagi redenominasi memerlukan timing dan persiapan yang lebih lama,” ujar Perry.
Diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Redenominasi telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029 sebagai RUU inisiatif Pemerintah atas usulan Bank Indonesia. Target penyelesaian RUU tersebut ditetapkan pada 2027.
Rencana itu juga tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029. Dalam PMK tersebut, Kementerian Keuangan menyiapkan empat rancangan undang-undang prioritas, yakni RUU tentang Perlelangan, RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara, RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), dan RUU tentang Penilai.
PMK itu juga menegaskan sejumlah alasan urgensi pembentukan RUU Redenominasi, antara lain untuk meningkatkan efisiensi perekonomian melalui peningkatan daya saing nasional, menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi, memperkuat stabilitas nilai rupiah guna menjaga daya beli masyarakat, serta meningkatkan kredibilitas rupiah di mata internasional.