REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aturan baru Bank Indonesia (BI) mengenai loan to value (LTV) atau rasio pinjaman terhadap nilai rumah dalam kredit pemilikan rumah (KPR) dinilai terlambat, tetapi masih efektif meredam aksi spekulasi properti.
"Kebijakan penurunan LTV dari Bank Indonesia dengan pemberlakuan LTV sebesar 60 persen untuk rumah kedua, dan LTV 50 persen untuk rumah ketiga agak terlambat," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (15/7).
Namun demikian, menurut Ali, aturan BI tentang LTV KPR tersebut diperkirakan akan meredam aksi spekulasi properti, sehingga harga tidak naik terlalu tinggi lagi. Aturan tersebut, lanjutnya, diyakini memang belum mampu sepenuhnya meredam kenaikan harga berbagai lahan yang rencananya akan dikembangkan untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Untuk itu, ia menegaskan agar pemerintah juga harus melengkapinya dengan kebijakan lain yang terintegrasi dengan membentuk bank tanah sebagai salah satu upaya krusial mengontrol harga tanah untuk rumah MBR.
Sebagaimana diketahui, BI mengemukakan bahwa rencana aturan LTV akan berlaku mulai 1 September 2013 di mana LTV KPR kedua maksimal 60 persen dan LTV KPR ketiga maksimal 50 persen. Aturan baru BI tersebut rencananya berlaku untuk rumah dengan luas bangunan lebih dari 70 meter persegi.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pihaknya akan mewaspadai pertumbuhan kredit sektor properti sebab pertumbuhan KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) hingga April 2013 terus mengalami peningkatan. Berdasarkan pemantauan BI terhadap perkembangan kredit properti, pertumbuhan KPR tipe di atas 70 meter persegi pada bulan April 2013 sudah mencapai 45,1 persen atau naik dibandingkan Maret 2013 sebesar 39,8 persen.