REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mempertanyakan efektivitas rencana pemerintah memangkas batas minimal luas tanah rumah subsidi dari semula 60 meter persegi menjadi 25 meter persegi. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dhony Rahajoe, menyampaikan bahwa pihaknya memahami alasan di balik rencana tersebut, terutama bila merujuk pada pengalaman kota-kota besar di negara maju.
Menurut Dhony, di negara-negara seperti Jepang atau Eropa, harga lahan yang tinggi dan kebutuhan hunian yang dekat dengan tempat kerja memaksa pengembangan rumah berukuran lebih kecil atau compact.
"Namun, ke-compact-an ini diimbangi dengan teknologi pengelolaan limbah, pembangunan high-rise, serta penggunaan furnitur yang semuanya sudah fungsional atau multifungsi," ujarnya di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Meski demikian, Dhony menyoroti perbedaan budaya antara negara maju dengan Indonesia, terutama dalam hal pola hidup dan struktur keluarga.
"Berbeda dengan masyarakat di Hong Kong, Jepang, atau negara-negara Eropa yang cenderung soliter dan tidak ingin memiliki anak, budaya Indonesia masih menjunjung tinggi kebersamaan keluarga besar," jelasnya.
Ia pun mempertanyakan apakah rumah berukuran 25 meter persegi, meskipun dilengkapi teknologi dan furnitur multifungsi, dapat mencukupi kebutuhan dasar keluarga inti.
Lebih lanjut, Dhony juga mempertanyakan apakah pengurangan luas tanah menjadi satu-satunya cara untuk menekan harga rumah agar tetap terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
"Itu mungkin yang harus dikaji," ujarnya.
Dhony mengapresiasi langkah progresif dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan berharap draf kebijakan ini bisa menjadi momentum untuk membangun ekosistem perumahan yang lebih komprehensif.
Ia juga menekankan pentingnya pelibatan semua pemangku kepentingan agar kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan konteks dan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Adapun pemerintah tengah menggodok revisi batasan minimal luas tanah dan lantai untuk rumah umum tapak. Dalam draf perubahan Keputusan Menteri PKP, rumah subsidi nantinya dapat dibangun di atas tanah seluas 25 meter persegi dengan luas lantai minimal 18 meter persegi.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, merespons pro dan kontra atas rencana tersebut. Ia menilai perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan menyatakan bahwa substansi aturan bertujuan baik.
"Sekarang masih tahapan menerima masukan-masukan. Pro-kontra itu biasa. Tujuannya kan baik," ujar Maruarar.
Menurutnya, regulasi ini bertujuan memperluas akses masyarakat terhadap rumah subsidi serta memberikan fleksibilitas desain yang lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen, tanpa mengurangi nilai manfaatnya.