Selasa 12 Feb 2013 16:52 WIB

Perlu Bank Khusus Tangani Produksi Pertanian

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Petani membersihkan padi usai panen. Kementerian Pertanian memberikan penghargaan Citra Produk Pertanian Berdaya Saing kepada insan dan elemen yang memajukan sektor pertanian
Foto: Antara
Petani membersihkan padi usai panen. Kementerian Pertanian memberikan penghargaan Citra Produk Pertanian Berdaya Saing kepada insan dan elemen yang memajukan sektor pertanian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani kerap dipersulit dalam mengakses kredit pertanian. Perbankan menyiapkan sederet mekanisme yang awam khususnya bagi petani pedesaan.

Untuk mengatasi persoalan ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini tengah menggodok Rancangan Undang Undang (RUU) Pertanian dan Pemberdayaan Petani. RUU ini nantinya akan menunjuk lembaga khusus untuk menangani kredit pertanian dengan persyaratan mudah. "Proses agunan seharusnya tidak memberatkan petani," ujar anggota Komisi IV DPR RI, Viva Yoga, Selasa (12/02). 

Kredit pertanian diperlukan petani untuk membeli bibit unggul, obat-obatan, pupuk dan peralatan mekanisasi. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir mengatakan pengembalian kredit yang dibayarkan tiap bulan juga memberatkan petani. Pasalnya petani mengantungkan penghasilan bergantung musim panen. Bank Pertanian dipandang sebagai langkah strategi kebuntuan sistem perbankan.

Sektor pertanian dan peternakan dianggap berisiko tinggi oleh perbankan. Penyebabnya antara lain aliran arus uang yang tidak stabil, pola tanam yang monoton dan tidak ada jaminan yang laik. Akibatnya perbankan sulit memperkecil jaminan demi menjaga kredibilitas nasabah. "Mustahil bank memperkecil jaminan," ujar Direktur Pengembangan Departmen Kredit dan UKM BI, Santoso Wibowo, Selasa (12/2).

Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR), menurut dia, paling sesuai dengan kebutuhan petani. Namun KUR perlu disempurnakan dengan faktor lain seperti penyesuaian pola tanah, asuransi pertanian dan asuransi peternakan.

Tahun 2012, Bank Indonesia menyalurkan kredit perbankan lebih dari Rp 2.700 triliun. Sebanyak 19,3 persen atau setara Rp 526 triliun disalurkan untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Sementara sektor pertanian hanya mendapatkan porsi sebesar 7,7 persen kredit atau setara Rp 40 triliun. "Sebanyak 56 persen digunakan untuk perkebunan yaitu kelapa sawit dan tebu," ujar Santoso.

Kredit pertanian juga diserap oleh sektor pangan sebesar 18  persen, sektor peternakan sebesar 18 persen dan hortikultura sebesar 6 persen. Kredit ini murni dibiayai oleh dana yang dihimpun oleh perbankan.

Di sisi lain, pengusaha memandang pembenahan koperasi lebih relevan menjawab permasalahan petani. Pembentukan perbankan produksi pertanian dikhawatirkan hanya mendulang masalah yang sama. "Yang diperlukan adalah lembaga pembiayaan pertanian yang mudah menyalurkan kredit," ujar  pemilik peternakan An-Nuur Farm di Gadog, Bogor, Agus Santoso.

Lembaga ini diharapkan tidak mendapatkan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan hibah. Kebutuhan kredit pertanian dalam satu musim tanam berkisar Rp 50 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement