REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan sebanyak 76,3 persen penduduk Indonesia kini telah memiliki rekening bank di lembaga keuangan formal. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam upaya pemerintah memperluas akses layanan keuangan kepada masyarakat.
“Ada 76,3 persen penduduk Indonesia kini memiliki rekening bank pada lembaga keuangan formal,” kata Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital Kemenko Perekonomian, Ali Murtopo Simbolon, dalam acara Indonesia Financial Inclusion Summit (IFIS) 2025 yang digelar secara daring, Selasa (6/5/2025).
Selain itu, tingkat penggunaan layanan keuangan formal juga tercatat lebih tinggi, yakni mencapai 88,7 persen dari total populasi. Sementara itu, tingkat literasi keuangan nasional berada di angka 65,4 persen.
“Tingkat literasi keuangan nasional terus meningkat dan saat ini berada di angka 65,4 persen, mencerminkan kemajuan kita menuju masyarakat yang lebih inklusif dan terinformasi secara finansial,” ujarnya.
Adapun target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Ekspansi Perluasan Akses Keuangan melalui Gerakan Ekonomi Masyarakat (EPAGEM) mencakup 91 persen penduduk memiliki rekening formal pada 2025, 93 persen pada 2029, dan 98 persen pada 2045.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah menyoroti pentingnya prioritas pada kelompok masyarakat yang masih kurang terlayani seperti perempuan, penyandang disabilitas, pelaku usaha mikro dan kecil, serta masyarakat di wilayah terpencil dan perbatasan.
“Kita harus memprioritaskan peningkatan akses bagi mereka yang secara tradisional kurang terlayani: perempuan, penyandang disabilitas, pemilik usaha mikro dan kecil, serta masyarakat di wilayah terpencil, perbatasan, dan kurang berkembang,” katanya.
Ia menambahkan, meski capaian nasional terus meningkat, masih terdapat ketimpangan inklusi keuangan antarwilayah. Data tahun 2022 mencatat 66 persen provinsi telah memenuhi target nasional, 11 persen hampir mencapai, dan 23 persen masih memerlukan perhatian khusus.
“Meskipun kita mengakui kemajuan signifikan dalam inklusi keuangan, kita harus menyadari adanya distribusi yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Ali.
Untuk mengatasi ketimpangan ini, pemerintah menggunakan dokumen strategi Studi Pemetaan Inklusi Keuangan: Mempercepat Akses ke Layanan Keuangan untuk Kelompok Sasaran sebagai alat implementasi di 552 wilayah yang memiliki Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
Selain itu, Kemenko Perekonomian bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bappenas, dan pemangku kepentingan lainnya mengembangkan Indeks Akses Keuangan Regional (IKAD) sebagai alat ukur komprehensif dalam menilai ketersediaan, penggunaan, dan kedalaman akses layanan keuangan.
IKAD menjadi bagian dari Strategi Nasional Inklusi Keuangan yang digunakan untuk memastikan keselarasan antarwilayah dan mempercepat implementasi kebijakan di tingkat daerah. Pemerintah menargetkan 91 persen wilayah Indonesia akan mencapai target inklusi keuangan pada 2025.