Selasa 16 Sep 2025 15:45 WIB

OJK: Stimulus 8+4+5 Belum Sentuh UMKM, Kredit Hanya Tumbuh 1,8 Persen

OJK menilai kredit UMKM perlu ditopang kebijakan pembiayaan yang lebih sehat.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Program insentif pemerintah lewat stimulus ekonomi 8+4+5 dinilai belum banyak menyentuh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).  (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Khalis Surry
Program insentif pemerintah lewat stimulus ekonomi 8+4+5 dinilai belum banyak menyentuh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program insentif pemerintah lewat stimulus ekonomi 8+4+5 dinilai belum banyak menyentuh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Padahal, pertumbuhan kredit UMKM sangat minim, berada di bawah 2 persen.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan kredit tumbuh terbatas di angka 7,03 persen year on year (yoy) pada Juli 2025. Angka itu lebih rendah dibandingkan Juni 2025 yang mencapai 7,77 persen, dengan nilai total Rp8.043,2 triliun. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tertinggi sebesar 12,42 persen yoy, disusul kredit konsumsi 8,11 persen yoy, dan kredit modal kerja 3,08 persen yoy.

Baca Juga

Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh 9,59 persen yoy. Sementara kredit UMKM hanya tumbuh 1,82 persen, di tengah upaya perbankan yang berfokus pada pemulihan kualitas kredit UMKM.

“Saya kira UMKM ini satu hal yang paling penting. Kalau kita lihat kredit UMKM, apakah itu KUR (kredit usaha rakyat) maupun non-KUR, semuanya melibatkan bank. Pada akhirnya bank paling besar, tentu ada juga industri jasa keuangan lain. POJK yang baru dikeluarkan kemarin, itulah yang akan jadi ukuran kita,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, kepada Republika saat bertandang ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Selasa (16/9/2025).

Peraturan OJK atau POJK yang dimaksud Dian ialah POJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM. Beleid tersebut diterbitkan untuk mendorong UMKM agar lebih tumbuh melalui kemudahan pembiayaan, sehingga mampu meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Dian menekankan, lewat hadirnya POJK khusus UMKM itu, pihaknya lebih menekankan pada kualitas dalam penyaluran kredit. “Ke depan kita akan lebih melihat kualitas daripada kuantitas. Daripada bank mengucurkan kredit kepada UMKM tapi justru tidak maju, bahkan kolaps dan menimbulkan masalah utang, lebih baik memastikan peningkatan kuantitatif dan kualitatif itu berjalan bersamaan,” terangnya.

Dengan penguatan aspek kualitas, Dian berharap akan tercipta simbiosis mutualisme antara bank dan UMKM. Ia juga menyampaikan, OJK akan mengukur hal ini melalui rencana bisnis bank (RBB) yang bisa berubah sesuai dinamika.

“RBB itu masih bisa dinegosiasikan. Berapa persen target tahun ini bisa diminta lebih tinggi kalau terlalu rendah. OJK juga melakukan analisis makro,” ujarnya.

Dian menambahkan, dengan adanya POJK khusus UMKM tersebut, seiring dengan peningkatan kualitas pembiayaan, pertumbuhan kredit UMKM diyakini akan terangkat. “Mudah-mudahan bisa. Karena sekarang bank-bank sedang membersihkan balance sheet-nya. Bagaimanapun juga, banyak kredit yang macet sebelumnya. Ada yang dihapus buku, ada juga pembentukan CKPN. Harapannya ke depan kondisi bersih dulu, baru bisa terjadi peningkatan signifikan,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement