REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Piter Abdullah meminta pemerintah mengedepankan kehati-hatian sebelum memutuskan kenaikan tarif ojek daring (ojol) sebesar 8–15 persen. Piter menilai kebijakan tersebut belum tentu memberikan keuntungan bagi pengemudi maupun industri, serta berisiko menurunkan minat pengguna terhadap layanan jasa berbasis aplikasi ini.
“Kenaikan tarif harus jelas tujuannya. Untuk siapa kenaikan ini? Jika membebani penumpang, tapi tidak menjamin pendapatan pengemudi naik, maka itu bukan kebijakan yang bijak,” ujar Piter dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Ia mengingatkan, baik kenaikan maupun penurunan tarif memiliki dampak yang perlu dikaji secara menyeluruh.
Menurunkan tarif, lanjut Piter, bisa merugikan pengemudi, sementara menaikkan tarif bisa mengurangi jumlah penumpang yang pada akhirnya juga menurunkan omzet pengemudi dan perusahaan aplikasi.
Piter mendorong agar pemerintah lebih berhati-hati dan menyusun kebijakan berbasis kebutuhan serta kajian yang objektif, bukan sekadar menyesuaikan permintaan salah satu pihak.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Aan Suhanan, mengatakan kajian terkait kenaikan tarif ojol sebesar 8–15 persen telah memasuki tahap final.
“Untuk tuntutan terkait dengan tarif, kami sudah melakukan pengkajian dan sudah final untuk perubahan tarif, terutama roda dua, itu ada beberapa kenaikan,” kata Aan dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/6).
Finalisasi kenaikan tarif tersebut, lanjut Aan, dibuat berdasarkan kajian mendalam dan berkelanjutan. Nantinya, kenaikan tarif akan bervariasi, tergantung zona masing-masing pengguna.
“Ini yang sudah kami buat, kami kaji, sesuai dengan zona yang sudah ditetapkan. Kenaikannya bervariasi, ada 15 persen, ada 8 persen, tergantung dari tiga zona yang kita tetapkan,” ujar dia.