Kamis 08 May 2025 12:49 WIB

Perang Dagang dan Pergolakan Timteng, Pemerintah Diminta Tekan Harga Kedelai

Saat ini harga kedelai sudah hampir mencapai Rp 10 ribu per kilogram.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Gita Amanda
Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jawa Tengah (Jateng) Sutrisno Supriantoro meminta pemerintah mengantisipasi makin melambungnya harga kedelai. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jawa Tengah (Jateng) Sutrisno Supriantoro meminta pemerintah mengantisipasi makin melambungnya harga kedelai. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jawa Tengah (Jateng) Sutrisno Supriantoro meminta pemerintah mengantisipasi makin melambungnya harga kedelai. Hal itu menyusul adanya perang dagang China-Amerika dan situasi di Timur Tengah yang masih bergolak. 

Sutrisno mengungkapkan, saat ini harga kedelai sudah hampir mencapai Rp 10 ribu per kilogram dari harga normal yang biasanya berada di kisaran Rp 8.400-an per kilogram. Menurutnya, lonjakan harga kedelai pernah terjadi pada 2021-2022, yakni ketika pandemi Covid-19 masih melanda dunia. 

 

"Kalau 2021-2022 (kenaikan harga kedelai) itu karena Covid, (sekarang) ini karena perang dagang antara China dengan Amerika," kata Sutrisno seusai melakukan audiensi dengan Gubernur Jateng Ahmad Luthfi di kantornya di Semarang, Rabu (7/5/2025). 

 

Sutrisno menilai, kenaikan harga kedelai saat ini bisa lebih kompleks dibandingkan ketika era pandemi. "Karena ini ditambah dengan situasi di Timur Tengah. Perang dagang dan situasi di Timur Tengah," ucapnya. 

 

Menurut Sutrisno, perang dagang China-Amerika dan situasi di Timur Tenga berpotensi mengakibatkan harga minyak dunia melambung berkali-kali lipat. Jika hal tersebut terjadi, biaya pengiriman produk atau komoditas impor, termasuk keledai, akan ikut terkerek. 

 

"Ini kan potensi yang akan mengakibatkan harga (kedelai) tidak terkendali seperti tahun 2021-2022, dengan adanya subsidi waktu itu. Waktu itu harganya itu dari Rp 7.500 (per kilogram) menjadi hampir Rp 14 ribu," kata Sutrisno. 

 

Dia menambahkan, kala itu banyak pelaku usaha atau produsen tahu dan tempe yang gulung tikar karena tak mampu membiayai ongkos produksi. "Nah, itu yang kita khawatirkan. Jadi kita berharap melalui dialog dengan Pak Gubernur kalau kejadian tersebut terulang lagi, paling tidak sudah ada solusi-solusi ke depannya yang langsung didukung pemerintah provinsi," ucap Sutrisno. 

 

Sudah naik dua bulan 

 

Dalam pertemuannya dengan Gubernur Jateng Ahmad Luthfi, Sutrisno menyampaikan bahwa lonjakan harga kedelai telah berlangsung selama sekitar dua bulan. "Yang kita sampaikan ke beliau (Ahmad Luthfi) adalah kekhawatiran kita dan kita berharap adanya dukungan dari pemerintah pusat terhadap gejolak yang terjadi," ucapnya. 

 

Menurut Sutrisno, kenaikan harga kedelai tidak terlepas dari perang dagang yang tengah berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dan China. "Ini pengaruhnya ke kita. Stok-stok dari importir juga sudah menipis," ujarnya. 

 

Dia menjelaskan, 90 persen impor kedelai Indonesia berasal dari AS. Namun kini China menolak membeli produk kedelai Negeri Paman Sam. Sutrisno menyebut, hal itu turut berpengaruh pada pasokan kedelai ke Indonesia. 

 

"Karena biasanya titip angkutannya. Dari Amerika sana, lewat China, langsung ke Singapura, ke Indonesia. Nah sekarang kalau China nggak (membeli kedelai AS)? Ini salah satu faktor menjadikan harga kedelai naik," kata Sutrisno. 

 

Gubernur Jateng Ahmad Luthfi mengungkapkan, tata niaga kedelai diatur pemerintah pusat. Namun dia mengatakan akan membantu menyampaikan keluhan dari Kopti Jateng. “Untuk tata niaga kedelai memang harus koordinasi kementerian terkait. Kita harus menyesuaikan kebijakan pusat," ujarnya. 

 

Sementara itu Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Pemprov Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko, menambahkan, saat ini harga kedelai memang mengalami kenaikan. Namun dia mengeklaim angkanya masih di bawah harga acuan pemerintah (HAP), yakni Rp 12 ribu per kilogram. Oleh sebab itu Pemprov Jateng belum bisa mengambil kebijakan intervensi dengan pemberian subsidi.

 

“Saat ini harga rata-rata kedelai Rp 11.100 (per kilogram), jadi belum bisa diintervensi dengan mengeluarkan subsidi,” kata Sujarwanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement