REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengungkapkan alasan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia melambat berada level 52,3 per September 2023. Jika dibandingkan, Agustus 2023 PMI Indonesia pada level 53,9.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pihaknya berupaya memonitor dan memitigasi berbagai risiko dan ketidakpastian global yang menunjukkan peningkatan belakangan ini termasuk potensi perlambatan lebih dalam dari perekonomian global khususnya ekonomi China.
“Secara keseluruhan sentimen bisnis masih terjaga positif pada September dengan masing-masing indeks yang berada di atas level 50,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (3/10/2023).
Menurutnya, PMI Indonesia per September 2023 masih berada zona ekspansi. Hal ini terutama ditopang oleh permintaan baru dan permintaan ekspor yang mengalami peningkatan.
Sementara itu, PMI beberapa negara utama dunia, seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang, masih terkontraksi, masing-masing ke level 48,9 dan 48,5.
Dari sisi inflasi, per September menurun menjadi 2,28 persen (yoy) dari Agustus yang tercatat 3,27 persen, didorong oleh perlambatan inflasi komponen harga diatur pemerintah (administered price/AP) dan inflasi inti.
"Inflasi AP mengalami penurunan tajam sejalan dengan berakhirnya base effect penyesuaian harga BBM pada September 2022 yang lalu," ucapnya.
Meskipun demikian, dia menilai, tekanan terhadap harga BBM nonsubsidi juga perlu diwaspadai seiring dengan tren kenaikan harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini. Adapun komponen inflasi harga bergejolak (volatile food/VF) juga masih melanjutkan tren meningkat, terutama didorong oleh naiknya harga beras akibat dampak El Nino, yang tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi melanda berbagai kawasan dunia. Inflasi VF mencapai 3,62 persen (yoy), naik dari angka Agustus sebesar 2,42 persen (yoy).
"Dengan mempertimbangkan pergerakan harga yang masih meningkat, pemerintah secara cepat merespons dengan upaya menjaga kecukupan pasokan melalui impor beras," ucapnya.
Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan penambahan impor beras sebesar satu juta ton guna memperkuat cadangan beras nasional. Adapun upaya untuk menjaga stabilitas harga pangan lainnya juga dilakukan dengan berbagai kegiatan operasi pasar dan menggelar pangan murah berbagai daerah.
"Program bantuan pangan nontunai yang telah mulai digulirkan bulan ini juga diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan menahan kenaikan harga pangan,” ucapnya.