REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei terbaru S&P Global menunjukkan, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia di level 52,3 pada September. Angka tersebut menurun dibandingkan posisi pada Agustus di 53,9.
S&P Global menilai, PMI Manufaktur Indonesia konsisten di atas level 50. Ini menunjukkan kondisi di sektor manufaktur membaik selama 25 bulan berturut-turut, meski pada September ini lajunya paling lambat sejak Mei.
Dijelaskan, tingkat produksi yang lebih tinggi tercatat selama 16 bulan berturut-turut pada sektor manufaktur Indonesia selama September. Sedangkan, laju pertumbuhan output menurun, bersamaan dengan angka permintaan baru, tetapi tetap tergolong solid secara keseluruhan.
Menurut para peserta survei, kondisi permintaan yang lebih baik mendukung peningkatan berkelanjutan pada bisnis baru selama periode survei terbaru. Terlebih, permintaan baru dari luar negeri terus naik, dengan laju yang sedikit lebih cepat pada September di tengah laporan permintaan klien yang lebih kuat di seluruh pasar ekspor utama.
Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence Jingyi Pan mengatakan, data PMI S&P Global terbaru mengindikasikan, sektor manufaktur Indonesia terus berekspansi pada akhir kuartal ketiga. Walau ada beberapa indikasi penyesuaian momentum pertumbuhan, tingkat pertumbuhan output, dan pertumbuhan permintaan baru tetap solid secara keseluruhan.
"Terlebih, kepercayaan diri berbisnis naik pada September. Ini membuktikan kondisi sektor manufaktur akan semakin membaik dalam waktu dekat," ujar Jingyi dalam siaran pers, Senin (2/10/2023).
Meski ada beberapa tanda kenaikan tekanan inflasi di sektor produksi barang, kata dia, berbagai tanda tersebut tidak berpengaruh menurut standar historis. Hal itu pun, menurutnya, kemungkinan tidak akan menimbulkan banyak kekhawatiran untuk saat ini.
"Kinerja vendor yang lebih baik akan dapat membantu mengendalikan tekanan biaya. Juga membantu mendukung perbaikan lebih lanjut pada produksi," katanya.