Senin 24 Nov 2025 15:10 WIB

Penerimaan Pajak Lesu, Ini Penyebab Utamanya

Penerimaan pajak hanya tumbuh 1,8 persen.

Rep: Eva Rianti/ Red: Satria K Yudha
Petugas melayani wajib pajak yang memiliki kendala terkait Coretax di Helpdesk Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pajak Gedung Radjiman, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas melayani wajib pajak yang memiliki kendala terkait Coretax di Helpdesk Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Kantor Pajak Gedung Radjiman, Jakarta, Selasa (18/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penerimaan pajak negara dalam 10 bulan terakhir belum optimal. Kelesuan penerimaan pajak, utamanya disumbang oleh kemerosotan yang tajam pada realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi dan PPh 21.

Secara bruto, Kemenkeu mencatatkan, penerimaan pajak hingga Oktober 2025 sebesar Rp 1.799,5 triliun, meningkat 1,8 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 1.767 triliun. Secara bruto, PPh orang pribadi mengalami kemerosotan 12,6 persen menjadi Rp 192 triliun. 

Baca Juga

Penurunan juga terjadi pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), yakni sebesar 2,1 persen menjadi Rp 796 triliun. Kemudian PPh badan secara bruto tercatat tumbuh positif 5,3 persen menjadi Rp 331 triliun. Disusul peningkatan tipis 0,3 persen pada PPh 26 menjadi Rp 280 triliun. Selebihnya adalah pajak lainnya mengalami pertumbuhan 42,8 persen menjadi Rp 199,6 triliun. 

“Ada beberapa penurunan dari sisi bruto, PPh pribadi dan PPh 21 akibat adanya dampak TER (tarif efektif rata-rata) di awal tahun. Kemudian PPN dan PPnBM juga mengalami penurunan karena masih terdapatnya setoran yang ada di deposit,” kata Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (24/11/2025). 

Bimo menyebut, deposit tersebut memang merupakan fasilitas kemudahan membayar pajak yang mulai berlaku tahun 2025, ketika Coretax digaungkan. 

Adapun secara neto, Kemenkeu mencatat realisasi penerimaan pajak secara neto sepanjang Januari—Oktober 2025 mencapai Rp 1.459 triliun, atau 70,2 persen dari target sebesar Rp 2.076,9 triliun. Capaian tersebut turun 3,8 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 1.517,5 triliun. 

Perinciannya, penerimaan PPh orang pribadi dan PPh 21 merosot 12,8 persen menjadi Rp 192 triliun, disusul PPN dan PPnBM yang menurun 10,3 persen menjadi Rp 557 triliun. Kemudian PPh badan juga turun, yakni sebesar 9,6 persen menjadi Rp 238 triliun, PPh final, PPh 22, dan PPh 26 juga turun 0,1 persen menjadi Rp 276 triliun. Selebihnya, penerimaan pajak lainnya meningkat 42,3 persen menjadi Rp 198 triliun. 

Pelemahan penerimaan mendorong defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 31 Oktober 2025 melebar menjadi Rp 479,7 triliun, atau 2,02 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut meningkat dari September yang tercatat Rp 371,5 triliun, atau 1,65 persen terhadap PDB.

Defisit tersebut juga lebih dalam dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 309,1 triliun atau 1,4 persen terhadap PDB. Kondisi itu terjadi karena pendapatan negara belum cukup menahan laju belanja pemerintah sepanjang tahun berjalan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement