REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Rakyat Indonesia (BRI) memperkuat pencadangan atau NPL coverage untuk menjaga kualitas kredit dalam memitigasi risiko. Ini guna menghadapi ketidakpastian perekonomian global dan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi.
"Pencadangan yang lebih dari sekadar memadai ini merupakan langkah antisipatif dan upaya memitigasi risiko menghadapi ketidakpastian perekonomian global, kenaikan inflasi, kenaikan suku bunga serta potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi," kata Direktur Utama BRI Sunarso dalam konferensi pers yang dipantau dalam jaringan di Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Dalam Paparan Kinerja Keuangan BRI Kuartal IV Tahun 2022, Sunarso mengatakan BRI menyiapkan pencadangan terhadap NPL sebesar 305,73 persen, meningkat dibandingkan NPL coverage di akhir tahun 2021 sebesar 281,16 persen.
Ia menuturkan keberhasilan BRI dalam menjalankan fungsi intermediasi mampu diimbangi dengan manajemen risiko yang prudent. Hal tersebut tercermin dari rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) BRI secara konsolidasi terkendali (manageable) di level 2,67 persen.
Strategi BRI dalam menjaga kualitas kredit juga dilakukan melalui selective growth atau tumbuh secara selektif dalam menentukan kelayakan usaha nasabah dan mempertimbangkan kondisi dan potensi bisnis nasabah serta menerapkan soft landing strategy dengan menyiapkan pencadangan yang cukup bahkan lebih dari cukup untuk mengantisipasi risiko pemburukan kualitas kredit.
Sementara itu, BRI memiliki kemampuan dalam menyalurkan kredit dan pembiayaan juga didukung dengan likuiditas yang memadai dan permodalan yang kuat. Hal itu terlihat dari loan to deposit ratio secara konsolidasi berada di level 87,09 persen dengan capital adequacy ratio (CAR) 25,54 persen.
"BRI yakin akan tumbuh secara berkelanjutan karena telah memiliki sumber pertumbuhan jelas, punya kecukupan modal, likuiditas dan juga pengelolaan risiko yang baik. Secara konsisten BRI akan tetap fokus kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)," ujar Sunarso.
Selain itu, BRI membukukan laba bersih pada 2022 senilai Rp 51,4 triliun atau tumbuh 67 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Dana murah atau current account saving account (CASA) BRI juga tercatat meningkat signifikan menjadi 66,7 persen dibanding periode sama tahun lalu (yoy) yang sebesar 63,08 persen.
Hal itu berdampak kepada penurunan biaya dana bank dari semula 2,05 persen di akhir Desember 2021 menjadi 1,87 persen di akhir 2022. Pendapatan berbasis komisi (fee based income) pada akhir Desember 2022 meningkat menjadi Rp 18,8 triliun atau tumbuh 10,16 persen (yoy) sehingga fee to income ratio mencapai 11,37 persen.