Ahad 25 Oct 2020 13:32 WIB

Stimulus Penerbangan Dinilai Belum Mampu Tingkatkan Trafik

Stimulus penerbangan diberikan pada saat yang tidak tepat, saat kasus Covid-19 tinggi

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Penumpang pesawat membawa barang bawaannya di Terminal Kedatangan Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Jumat (20/3/2020). Pengamat menilai stimulus penerbangan yang diberikan pemerintah saat ini belum mampu meningkatkan trafik penumpang dan pergerakan pesawat.
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Penumpang pesawat membawa barang bawaannya di Terminal Kedatangan Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Jumat (20/3/2020). Pengamat menilai stimulus penerbangan yang diberikan pemerintah saat ini belum mampu meningkatkan trafik penumpang dan pergerakan pesawat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati menilai, stimulus penerbangan yang diberikan pemerintah saat ini belum mampu meningkatkan trafik penumpang dan pergerakan pesawat. Pemerintah memberikan stimulus penerbangan melalui pembebasan biaya airport tax kepada penumpang pesawat sehingga harga tiket lebih murah. 

“Saya anggap itu (stimulus penerbangan) agak telat dari pemerintah. Setelah maskapai mulai berdarah-darah dan penumpang turun drastis, ya jadi susah naik,” kata Arista kepada Republika.co.id, Ahad (25/10). 

Baca Juga

Arista menuturkan, stimulus penerbangan yang diberikan setelah tujuh bulan pandemi dikeluarkan dalam waktu yang tidak tepat. Terlebih, kata dia, kondisi kasus harian Covid-19 masih tinggi di atas 4.000 orang. 

“Jadi masyarakat masih enggan bepergian karena kasus positif Covid-19 masih tinggi. Ini menakutkan masyarakat tertulat di tempat tujuan, taksi, atau restoran,” tutur Arista. 

Selain itu, Arista menilai banyak masyarakat golongan menengah ke atas makin terdampak. Pandemi Covid-19 saat ini sudah memberikan dampak terhadap kondisi ekonomi mastarakat. 

“Golongan masyarakat menengah sebagai baby boomer buyer uangnya agak tipis karena mereka bisa jadi dirumahkan, gaji dipotong, atau untuk bertahan makan dulu,” ungkap Arista. 

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan untuk memberikan stimulus pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) atau PSC yang masuk dalam komponen harga tiket pesawat dibayar penumpang. Biaya tersebut juga disebut airport tax.

“Insentif ini diberikan kepada penumpang. Setiap penumpang tidak akan dibebani passenger service charge (PSC), ini akan dikeluarkan dari komponen biaya tiket,” kata Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto dalam konferensi pers virtual, Kamis (22/10). 

Novie mengatakan, total insentif transportasi kepariwisataan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 yang diberikan sekitar Rp 216,5 miliar. Dari total tersebut terbagi sekitar Rp 175 miliar untuk PJP2U dan sekitar Rp 40,8 miliar untuk kalibrasi fasilitas penerbangan. 

“Stimulus PJPU ini berlaku di 13 bandara dan hanya untuk penerbangan domestik,” tutur Novie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement