REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Bakir Pasaman mengatakan produksi pupuk dalam lima terakhir atau sejak 2015 hingga 2019 mengalami peningkatan. Bakir menjelaskan total produksi pupuk yang terdiri atas Urea, NPK, SP-36, ZA, dan ZK pada 2019 tercatat sebesar 11,8 juta ton atau meningkat dibandingkan pada 2015 yang sebesar 10,9 juta ton.
Untuk produksi nonpupuk seperti Amoniak yang merupakan bahan baku buat Urea juga terus meningkat dari 5,5 juta ton pada 2015 menjadi 5,9 juta ton pada 2019.
Capaian produksi pupuk keseluruhan hingga Agustus 2020 baru mencapai 8,4 juta ton. Sementara produksi Amoniak hingga Agustus baru mencapai 4 juta ton.
"Untuk Urea memang naik dari tahun ke tahun produksinya karena kondisi pabrik semakin baik. Sementara NPK ada penurunan karena harus ikut kondisi pasar," ujar Bakir saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (1/10).
Bakir optimistis produksi pupuk hingga akhir tahun mampu mencapai 13,8 juta ton sesuai total kapasitas produksi. Bakir menyebut produksi pupuk terus berjalan selama pandemi berlangsung. Untuk mendukung penugasan subsidi dan melayani pasar komersial, kata Bakir, perusahaan akan memaksimalkan kinerja anak usaha industri pupuk dan bahan kimia lain yang ada di Aceh, Palembang, Cikampek, Gresik, dan Bontang yang memiliki kapasitas total produksi sebanyak 13,8 juta ton.
Dari sisi penjualan, Bakir mengatakan kinerja penjualan sektor komersil meningkat dari 3,4 juta ton pada 2018 menjadi 3,9 juta ton pada 2019. Sementara penjualan pupuk PSO atau subsidi mengalami penurunan dari 9,3 juta ton pada 2018 menjadi 8,7 juta ton pada 2019. Bakir menyebut penjualan pupuk pada tahun ini (hingga Agustus) mencapai 9 juta ton yang terdiri atas 5,9 juta ton pupuk PSO dan 3,1 juta ton pupuk non PSO.
Bakir meyakini perusahaan mampu menyelesaikan penugasan pemerintah untuk menyalurkan pupuk PSO sebesar 8,9 juta ton pada 2020 yang meliputi 4 juta ton Urea, 600 ribu ton SP-36, 850 ribu ton ZA, 2,7 juta ton NPK, 720 ribu ton organik. Per Agustus 2020, kata Bakir, perusahaan telah mampu menyalurkan 5,9 juta ton pupuk tersebut atau 72 persen dari total alokasi yang sebesar 8,9 juta ton.
"Insya Allah jumlah ini cukup sampai akhir tahun," ucap Bakir.
Bakir mengungkapkan kinerja invetasi relatif tinggi selama 2015 dan 2016 karena proyek pengembangan yang dilaksanakan seperti Pupuk Kaltim, Pusri, Amurea II. Tren ini mengalami penurunan sejak 2017 karena perusahaan fokus melunasi pinjaman investasi. Mengenai kinerja investasi, perusahaan berusaha melakukan penghematan pada investasi rutin serta pengembangan dan penyertaan lantaran adanya pandemi.
"Namun kami tetap menyiapkan untuk proyek-proyek besar tahun depan antara lain pembangunan pupuk baru denagn kapasitas sama dengan pabrik Kaltim 5 sebesar 1,1 juta ton yang sedang dalam tahap persiapan," lanjut Bakir.
Bakir juga menyampaikan perusahaan berhasil menjaga laba selama lima tahun terakhir melalui program peningkatkan produktivitas. Bakir menyebut total pendapatan usaha pada 2019 mencapai Rp 71,31 triliun atau naik dibandingkan 2018 yang sebesar Rp 69,45 triliun. Sementara total pendapatan hingga Agustus 2020 baru mencapai Rp 48,20 triliun.
Bakir memproyeksikan laba perusahaan pada 2020 akan mengalami penurunan akibat pandemi dibandingkan laba pada 2019 yang sebesar Rp 3,71 triliun. Hingga Agustus 2020, total laba yang dicapai Pupuk Indonesia baru mencapai Rp 2,1 triliun.
"Perkiraan kami laba (tahun) ini Rp 2,5 triliun atau Rp 2,6 triliun, menurun dibanding 2019 tapi masih positif. Ada kecenderungan melambat karena harga komoditas menurun termasuk harga Amoniak," kata Bakir menambahkan.