REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Pariwisata, Azril Azahari mengkritik strategi hot deals yang dilakukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk menggenjot kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di akhir tahun ini. Menurut Azril, strategi promosi itu sangat tidak tepat karena menjual destinasi Indonesia dengan harga murah.
Hot deals merupakan satu dari empat strategi utama pemerintah saat ini untuk menjaring wisman sebanyak-banyaknya. Caranya, dengan memberikan diskon besar-besaran pada saat low season.
"Hot deals itu kurang tepat karena menjual murah. Jangan ada hot deals karena yang akan datang wisatawan kelas menengah ke bawah. Backpacker yang datang. Kita kan butuh spend of money yang lebih besar," kata Azril kepada Republika.co.id, Selasa (26/11).
Sementara hot deals dilakukan, Azril pemerintah justru cenderung mengincar wisatawan dari Cina. Padahal, wisatawan Cina masuk kategori kelas menengah ke bawah dengan tingkat belanja yang rendah. Semestinya pemerintah mengarah kepada negara-negara yang memiliki wisman berkualitas, seperti misalnya Australia, Rusia, Timur Tengah.
Menurut Azril, selain menghabiskan belanja lebih banyak, wisatawan dari daerah itu juga memiliki waktu tinggal yang lebih lama. "Strategi memang sudah banyak dilakukan, tapi harus dikembangkan lagi. Fokus ke negara-negara yang menengah ke atas," ujarnya.
Oleh sebab itu, selain memperbaiki strategi promosi dengan tidak sekadar menjual murah demi mendatangkan banyak wisman yang belum tentu berkualitas, pemerintah harus mempersiapkan destinasi lebih matang lagi. Sebanyak 10 destinasi prioritas maupun 5 destinasi super prioritas harus dievaluasi pembangunannya.
Ia mencatat, 70 persen anggaran Kemenparekraf selama ini digunakan hanya untuk branding. Hal itu, menurut Azril, adalah kesalahan fatal sebab seharusnya juga digunakan untuk membenahi destinasi dari segala aspek.