REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menyebut sektor pariwisata Indonesia menunjukkan pemulihan signifikan setelah pandemi Covid-19. Dalam kurun 12 bulan terakhir, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) mencapai 14,85 juta, tumbuh 12,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Pariwisata kita mengalami pertumbuhan yang cukup baik dan berita ini cukup menggembirakan. Dari wisatawan mancanegara memang masih hampir tipis-tipis mendekati angka pra-pandemi,” ujar Widiyanti dalam wawancara eksklusif dengan Republika, pekan lalu.
Ia menjelaskan, meski angka kunjungan mancanegara belum sepenuhnya menyamai masa sebelum pandemi, selisihnya semakin menipis. “Pra-pandemi dulu sekitar 16 juta dan 16,1 juta. Dalam waktu 12 bulan ini 14,85 juta untuk wisman. Tapi pertumbuhannya cukup tinggi, 12,3 juta,” katanya.
Sementara itu, wisatawan nusantara justru mencatatkan kinerja luar biasa. Berdasarkan data Januari hingga Agustus 2025, perjalanan wisata domestik sudah mencapai 807,55 juta, melampaui angka pra-pandemi 2019 yang berada di 722 juta perjalanan.
“Wisatawan nusantara sudah melampaui pra-pandemi dan (wisatawan) mancanegara butuh upaya ekstra untuk melampaui angka pra-pandemi, tapi saya rasa tahun depan pasti sudah bisa melampaui,” ujarnya optimistis.
Widiyanti menegaskan, secara tren, pemulihan pariwisata Indonesia sejalan dengan arah positif kawasan Asia Tenggara. Namun, dari sisi jumlah kunjungan, Indonesia masih berada di posisi kelima di antara negara-negara ASEAN. “Kalau dilihat dari volume kumulatif kunjungan, kita memang di peringkat kelima. Tapi dari pertumbuhannya, Indonesia nomor dua setelah Vietnam,” jelasnya.
Menurut data Kementerian Pariwisata, Vietnam mencatat pertumbuhan tertinggi di kawasan dengan peningkatan lebih dari 20 persen, sementara Indonesia berada di urutan kedua dengan 12,3 persen. Widiyanti menilai capaian tinggi Malaysia dan Thailand tidak lepas dari faktor struktural dan geografis.
Malaysia, misalnya, mencatat lebih dari 28 juta kunjungan dalam delapan bulan terakhir, tetapi sebagian besar berasal dari wisata lintas batas jarak dekat.
“Malaysia ini sebenarnya ada dua data. Jadi wisatawan yang ke Johor beli bensin balik lagi itu juga cukup tinggi. Jadi ada dua data, termasuk yang pulang hari. Tapi kita dari segi positifnya, tingkat pertumbuhan kita kedua tertinggi. Memang kita harus dorong lagi apabila ingin melampaui angka Malaysia,” ujarnya.
Sementara Thailand, lanjut Widiyanti, sempat mengalami penurunan akibat sejumlah faktor eksternal. “Ada isu-isu yang melibatkan turis asal China dan juga bencana gempa di awal tahun yang mempengaruhi angka kunjungan,” katanya.